MONTANI PARA LIBERI

MONTANI PARA LIBERI

For the Mountaineers............!!!

"Mountain are cathedrals: grand and pure, the houses of my religion. I go to them as humans go to worship. From their lofty summits, I view my past, dream of the future, and with unusual acuity I am allowed to experience the present moment. My strength renewed, my vision cleared, in the mountains I celebrate creation. On each journey I am reborn." (ANATOLI BOUKREEV @ Above the Clouds)

Wednesday 8 December 2010

Dari Catatan Harian

ROOM 1604, Bangkok Intl Hospital
16th NOV 2010-06.31 AM

Sekarang Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah. Dan aku melewatinya di rumah sakit karena infeksi saluran urine. Sendiri, benar-benar sendiri sekarang, disini......................ribuan kilometer dari rumah, terkapar sakit !!!

17th NOV 2010-11.43 AM

Barusan dokter spesialis urologinya datang, dan kasi tau bahwa ditemukan batu di saluran antara ginjal kiri dan kantung kemihku. Batu ini yang menyebabkan infeksi dan membuat urineku penuh darah kemarin malam. Yang menyebabkan aku tak mampu berdiri dan berakhir di ICCU rumah sakit ini. Aku harus dioperasi segera !!! Sebelum bertambah parah dan bisa mengakibatkan ginjalku rusak total. Which is mean..................I am one step ahead to the grave yard.....................!!!

Monday 6 December 2010

PERJALANAN MASIH JAUH

Sudah kembali aku, si Elang yang selalu terbang sendiri dalam sunyi. Ke sarang sementaraku yang bernama Jakarta. Sarang yang sudah tak begitu nyaman lagi belakangan ini, karena polusi udara, macet, dan tata kota yang semrawut. Belum lagi perasaan kehilangan belakangan ini, akan sebuah benda bernama "CINTA".

Yaaah................entah kenapa, belakangan ini aku mulai tak mencintai lagi kota ini. Walaupun kota ini terkadang aku rindukan ketika aku berkelana di pelosok-pelosok dunia yang jauh. Walau secara hakiki kota ini tak akan pernah bisa hilang dari sudut hatiku. Karena kota ini adalah ibukota Negaraku yang bernama Indonesia dan amat sangat aku cintai sepenuh-penuh hati. Negara yang aku rela menyabung nyawa untuk kedaulatan dan kewibawaannya. Walau untuk itu aku harus hilang tak berbekas bagai debu tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama.

Mungkin hal ini adalah sebagai akibat terlalu banyak sudah negeri-negeri yang aku singgahi. Dan aku mulai menyatu secara perlahan-lahan dengan negeri-negeri tersebut. Mulai terpaut jiwaku pada negeri-negeri itu dan para penghuninya. Lalu ketika aku kembali lagi kemari, ke kampung besar bernama Jakarta ini, hati dan jiwaku sudah berceceran disepanjang jalan negeri-negeri yang aku sempat singgahi dalam pengembaraanku. Atau mungkin lebih karena keinginan-keinginan jiwaku untuk selalu mengembara ke dunia-dunia jauh ? Sehingga aku merasa tak lagi hanya menjadi bagian dari kampung besar ini, tapi sudah merasa jadi bagian sebuah dunia yang terbentang maha luas. Sebuah dunia yang ternyata masih terlalu luas untuk dijelajahi seketika sekejap mata. Dan ternyata perjalananku masih jauh...................Yaa masih jauh............................................!!!!

Mungkin hari ini aku harus berhenti sementara disini untuk beberapa saat, walaupun sebenarnya aku masih ingin terus berjalan-jalan memuaskan dahaga jiwaku sebagai pengelana dunia. Tapi sepertinya aku memang butuh istirahat sekarang. Awal tahun baru Hijriah ini, menjelang akhir tahun Masehi. Aku harus mendapatkan kembali "CINTA" yang hilang di kota ini. Yang telah membawa separuh atau mungkin seluruh semangat hidupku. Yang telah memberiku energi baru untuk kemudian mengepak sisa-sisa jiwaku buat diajak berkelana kemana saja. Kelana yang penuh makna, demi sebuah "CINTA" pada tanah air bernama INDONESIA RAYA...................dan perjalanan itu masih jauh.......................teramat jauh..........................................!!!
Dan aku akan terus berjalan, berkelana dalam sunyi demi "CINTA" itu. Hingga akhirnya aku mungkin hilang tak berbekas bagai debu yang tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama. Tapi aku akan bahagia karena aku kerjakan semua itu dengan sepenuh-penuh "CINTA"

Sunday 21 November 2010

On Board EK 359 Jakarta-Dubai

Berpacu dengan waktu menerabas Jakarta yang selalu macet. Kucoba untuk mengobati rasa sepi dan kangenku dengan mengunjungi kawan-kawan Tim Carstensz-One yang sedang latihan renang di hotel F-1, Cikini.

Kudapati mereka sedang rapat ketika aku sampai. Tak sempat aku ngobrol banyak, aku harus segera kembali ke airport untuk terbang lagi. I dont want miss my flight again ! Not anymore !!! Tubuh yang masih lelah karena baru keluar dari rumah sakit dan kemarin kurang tidur mengikuti pertemuan yang melelahkan bersama supervisorku. Tapi harus dibawa terbang lagi.

Heyyy..........kau lelaki perkasa, jangan cengeng dan jangan jadi lemah !!! Kau ditakdirkan untuk menempuh jalan ini sendiri. Dan banyak orang mengandalkanmu !!!
Jalani saja tugasmu sesuai yang telah kau pahami sebagai laki-laki sejati ! Sesuai yang telah diajarkan dan diperintahkan kepadamu secara professional ! Jangan pernah menyerah kalah oleh rasa lelah atau marah !!! NEVER........NEVER........NEVER !!!

Jadi sekarang kusetel saja Wolfgang Amadeus Mozart dari bangku pesawat yang sedang kutumpangi ini buat menyegarkan pikiran dan badan yang cukup lelah. Well.....Have A nice flight and nice sleep ! Happy flying again Lone Eagle.............!!!

Some Where on The Air...............!!!

Setelah kemarin dua malam terkapar di rumah sakit yang amat bagus. Karena di dapati batu sebesar 6 mm di saluran urine ku, lalu menerima perawatan canggih berbiaya hampir tiga puluh lima juta rupiah yang syukurnya dibayari kantor. Aku akhirnya kembali harus bekerja.
Walaupun lelah masih terasa, tapi jadwal kerja sudah tersusun dan harus dilaksanakan !

Wednesday 3 November 2010

BECAUSE ITS THERE......................!!!

Setelah dua minggu menunggu dalam suasana yang mulai dilingkupi kejenuhan, akhirnya kemarin sore keluar keputusan bahwa tim Carstensz One akan berangkat minggu depan. Tapi sayangnya slot perizinan yang diberikan Freeport hanya buat sepuluh orang. Sayang sekali, sebagian kawan-kawan lain yang sudah sama-sama berlatih selama sebulan lebih harus merelakan dirinya untuk tidak ikut. "GUYS, Dont Ever GIVE UP !!!" Because Its There and still There, there will be another chance for you all...............!!!


Sementara aku sendiri, dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari Tim. Karena aku harus berangkat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanku yang sudah tertunda. Supervisorku sudah tak mau lagi berkompromi. Dalam telepon terakhir ia menginstruksikan diriku untuk segera melapor ke Bangkok. Well.....No Worries Boss, I will be there soon.


Aku juga sangat sedih dengan keputusan ini, karena kehilangan kesempatan untuk berlatih lagi di salju abadi negeri sendiri. Sebelum melanjutkan langkah kakiku menuju puncak-puncak dunia lainnya sesuai mimpi-mimpi yang sudah aku pahat bertahun-tahun. Kawan-kawan, semoga kalian mengerti dengan keputusanku ini. Kalau saja aku bisa, aku akan memilih untuk pergi bersama kalian terlebih dahulu. Lalu baru aku melapor ke Bangkok. Tapi sekarang sudah tak bisa, dan supervisorku sudah cukup berbaik hati memberi waktu lebih beberapa minggu kemarin.


Yaah......begitulah, dalam hidup ada pilihan-pilihan yang harus kita buat dan putuskan. Walaupun kadang tak semua pilihan itu menyenangkan. Tapi kita harus tetap maju, seberat apapun pilihan yang harus dijalani. Hidup adalah soal pilihan. Jangan pernah menyerah yaa kawan-kawan berlatihku !!! Siapapun nanti yang akan tereliminasi sore ini, jangan pernah menyerah untuk terus bermimpi dan berjuang mewujudkan impian itu. Because Its There and still There !!!

Monday 25 October 2010

Dan Kamipun menunggu...........!!!

Jalan-jalan adalah pekerjaan paling mengasyikkan. Apalagi jika jalan-jalannya itu bersama kawan-kawan dekat dan tempat tujuannya adalah Carstensz Pyramid di Pegunungan Sudirman, Papua. Puncak tertinggi di Indonesia dan Australasia-Oceania. Salah satu dari tujuh puncak tertinggi lempeng benua. Atau lebih tenar dengan nama Seven Summits dalam dunia para pendaki gunung serius.

Tapi sebaliknya menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan, apalagi bila segala persiapan sudah dilaksanakan, semua jadwal yang lain sudah digeser demi jalan-jalan asyik ke Carstensz Pyramid itu. Yaah............sudah hampir seminggu ini kami semua Tim Carstensz One, harus menunggu dengan sabar kapan akan take off ke Timika, Papua.

Ada rasa bosan mulai menjajah kala menunggu seminggu ini. Dalam rencana Rabu (18 Oktober 2010) kemarin, kami akan berangkat. Tapi tak jadi karena menunggu seat pesawat tersedia. Sementara Tim Kilimanjaro sudah berangkat Kamis (19 Oktober 2010) malam. Untuk menjaga kekompakan Tim dan menjaga fisik supaya tidak down, Coach menggelar lagi latihan ringan di PasFest, Kuningan. Setiap hari seperti biasa.

Thursday 14 October 2010

The TEAM have to Be Prepare Quickly !!!

Setelah pulang latihan lapangan di G.Salak dan tebing Ciampea malam minggu kemarin. Semua diberi waktu istirahat satu hari di hari Senin, lalu Selasa sore seperti biasa jogging bersama di GOR Sumantri Brodjonegoro, Pasar Festival. Walaupun minus teman-teman TV ONE yang lagi sibuk belanja alat-alat perlengkapan pribadinya masing-masing, latihan tetap berlangsung dengan serius dan fokus.

Usai jogging bareng, Mul mengumpulkan semua anggota tim yang dari Mapala, ada bang Agam, Agung, Wening, Dadang, Agi, Jamal, Dewe sang Ketua, Ali, Mujhab, Tata dan Duti yang telat datangnya. Semua duduk melingkar di pinggir jogging track mendengarkan briefing dari Mul.

Yang dibicarakan adalah soal kesempatan yang akan semakin berkurang, karena dari 18 seat yang diajukan, hanya disetujui 15 seat saja oleh yang punya kuasa yaitu PT.Freeport Indonesia. Dan secara otomatis jatah kawan-kawan muda Mapala yang bisa ikut juga akan berkurang. Semua diminta untuk saling mendukung satu sama lain, siapapun yang terpilih dalam proses seleksi nantinya. Semua diharapkan tetap kompak, baik yang terpilih maupun yang tidak. Cukup lama juga briefing itu diadakan.

Rabu jadwal latihan renang juga tetap berjalan, minus teman-teman TV ONE, kami seperti biasa water trappen 2x15 menit di kolam Pasar Festival, dilanjutkan dengan menahan nafas satu menit minimal sebanyak 20x dalam air. Lalu sebagai menu penutup adalah renang 10x bolak-balik tanpa henti.

Ada cerita lucu kala usai latihan renang di kolam Pasar Festival yang penuh dengan homo-homo. Mujhab yang ganteng dan brondong, ditawari buat ganti baju bareng oleh seorang homo sambil senyam-senyum. Syukurnya Mujhab yang lugu dan polos tidak menerima ajakan itu. Kalau enggak mungkin sudah terjadi pelecehan seksual di ruang ganti pria sore itu. Hehehehe !

Adolf yang berbadan besar dan tegap, langsung saja menyela "Kalo ada yang macem-macem gue tampolin ntar" terang saja ucapan Adolf ini membuat para homo-homo jadi keder, apalagi melihat tampilan bodi Adolf yang tinggi dan besar. (Atau jangan-jangan para homo malah nafsu juga ama Adolf yaaa ??? secara doi tinggi, putih dan besar gitu looohhh..........Hahaha......."PEACE Dolf......!!!)

Monday 11 October 2010

Opick - Tombo Ati - english translation

Letto - Sebelum Cahaya (Kiai Kanjeng di Belanda)

CARSTENSZ-ONE YOYO........OOOO...........!!!

Latihan Alhamdullillah sudah berjalan dengan sukses. Walaupun tak jadi dilaksanakan di G.Gede. Karena sedang ditutup untuk pendakian. Jumat malam sehabis Maghrib, diiringi gerimis, kami semua (Ripto Mulyono sang coach, Agi, Dewe, Ali, Mujhab, Duti, Tata, Nopul, Samsul, Wawan, Andri, Gatot, Mamo, Dindi, Cindy dan aku sendiri) berangkat meninggalkan sekret Mapala. Adolf yang tak kunjung datang terpaksa ditinggal, Wening dan Jamal berencana menyusul tengah malam pakai motor. Tujuan adalah kaki G.Salak dengan entrance jalur Pasir Reungit. Tapi berhubung sudah waktu makan malam, maka Dindi selaku tante Bendahara menanyakan dimana mau makan malam ? dan diputuskan buat mencari makan disekitar Margonda Raya.

Setelah seluruh barang diloading ke mobil elf TV-ONE, dan semua personil dapat tempat yang nyaman, dua mobil TV-ONE, satu elf dan satu Suzuki APV melaju menuju jalan Margonda Raya. Di depan Fakultas Psikologi, APV yang ditumpangi Mul, Agi, Cindy, Tata dan Dindi tiba-tiba berhenti, ada apakah gerangan ??? Oo ternyata tante Bendahara ditemeni Tata mau ambil duit di ATM bank Mandiri. Kami kembali heading on to Margonda Raya begitu tante Bendahara kelar menyikat uang di ATM Mandiri. Dan menepi di warung ayam bakar "Chyntia" Margonda Raya buat makan malam.

Suasana warung menjadi ricuh seketika kala rombongan kami masuk dan mulai memesan makanan. Ayam bakar diputuskan jadi menu utama semua orang demi efisiensi waktu. Dindi, Cindy, Tata, Nopul, Dewe memesan mpek-mpek sebagai menu pembuka. Aku sendiri memilih sop buah yang kurasa lebih pas buat perut yang belum makan dibanding makanan kecil berbumbu pedas menusuk lambung dari Palembang itu. Kemeriahan susana makan malam bertambah karena di TV-ONE sedang ada liputan live pertandingan sepak bola antara Tim Nasional Uruguay melawan Tim Nasional Indonesia. Berbagai spekulasi soal hasil pertandingan mulai muncul di meja makan. Tak lama kemudian pesanan menu utama, ayam bakar plus nasi, sambel dan lalapan mendarat di meja kami. Keheningan menyungkup seketika, semua sibuk dengan piringnya masing-masing.

Beberapa saat kemudian Mul menerima telepon dari Adolf yang mengabarkan kalau doi nyasar di Pasar Minggu (kok bisa sih Cui ???) dan Mul menginstruksikan Adolf untuk secepatnya merapat ke warung ayam bakar "Chyntia". Sementara menunggu Adolf, seusai makan malam kita semua kembali terlibat dalam keriuhan menonton pertandingan sepak bola Uruguay versus Indonesia. Tak lama kemudian Adolf sampai dan diberi kesempatan buat menyantap jatah makan malamnya yang sudah tersedia di atas meja dalam box. Begitu doi kelar makan perjalanan menuju kaki G.Salak kembali dilanjutkan.

Di tengah jalan, di daerah sekitar Sawangan ada jalan yang ditutup sekelompok pemuda dengan alasan jalan baru diperbaiki dan hanya bisa dilewati satu jalur sehingga menyebabkan antrian. Aku langsung turun begitu menyadari ini hanya akal bulus kurang bertanggung jawab, dengan cepat aku menginterogasi para pemuda yang menutup jalan "Ada apa ? Kenapa ditutup jalannya ?", Pemuda yang memegang bendera menjawab "Maaf Pak, jalannya baru diperbaiki, jadi harus pakai satu jalur aja". Dengan gusar aku menjawab "Oke kalau begitu, tolong kamu kasi tau teman kamu yang diseberang, TUTUP sebentar yang mau lewat dari seberang. Rombongan saya ada janji dengan Komandan di Bogor tiga puluh menit lagi" aku berbicara tegas ala militer pada kelompok pemuda itu. "Baik Pak, baik Pak, sebentar Pak saya telepon dulu" kata pemuda yang memegang bendera. Lalu bergaya seolah-olah menerima telepon, aku mulai menempelkan satu telepon genggamku di telinga "Malam Bang, sudah di Sawangan Bang, ada jalan ditutup pemuda ini Bang, SIAP bang......SIAP !!!" kemudian kumasukkan kembali telepon genggamku kesaku celana sembari berujar pada pemuda yang memegang bendera "Ayo cepat kamu buka ini jalan, saya sudah ditunggu Komandan di Bogor !!!" dan tak lama kemudian kamipun melaju kembali dengan lancar.

Thursday 7 October 2010

Team Work Training's Preparation..................!!!

Akhirnya kemarin usai latihan renang di Hotel F-1, Cikini. Ripto "Mul-OL" Mulyono sang Coach kita memberi tahu bahwa hari ini Jumat, kita akan berangkat ke G.Bunder. Menginap disana, kemudian Sabtu pagi jogging ke puncak G.Salak via Kawah Ratu. Lalu Minggu bergeser ke tebing Ciampea buat latihan Ascending and Rappelling. Hurrrraaa......ROCK N ROLL guys !!!

Semua perlengkapan yang dirasa perlu sudah aku packing ke dalam back pack Vaudee merah marun 80 liter pinjaman dari Agan Pimpinan Agus "STM" Mulyono. Kata beliau ini carrier kudu dapet SIM khusus buat keluar dari gudang penyimpanannya di rokum doi di Bekasi. "Thanks A lot Gan !!!" Satu set training wear North Face buat tidur, satu kaos North Face lengan panjang buat di Ciampea, satu celana pendek Adidas, dua kaos lengan pendek Salewa buat jogging N cadangan. Satu light sleeping bag Deuter, satu matras, polar jaket Berghaus, extreme windproof jaket Berghaus, satu pasang sarung tangan, dua botol Nalgene, satu set mini Trangia pinjaman dari si Tablo, head lamp Black Diamond Cosmos, head lamp Petzl Saxo, mini Mag Lite, Letherman Wave, Half Dome helmet Black Diamond yang aku beli di Kathmandu dan Insya Allah akan menemani perjalananku ke manapun juga mulai saat itu.

Satu kaca mata safety Kings, satu camping chair, satu raincoat Victorynox, satu flysheet lebar, satu hammock, satu set sarung N sajadah, satu balaclava Eiger. Lalu beberapa barang-barang kecil lain, Cannon Power Shoot beserta recharge batterynya, Zippo fuel, Zippo ashtray, Zippo lighter, charger Nokia, batere alkaline AA buat cadangan head lamp, satu set Medical Kit, satu handuk kecil,satu set alat mandi, satu sandal Teva, aku packing ke dalam daypack Vaudee 30 liter yang juga merah marun warnanya. Lengkap sudah semua yang dirasa perlu. Logistik udah diurus teman-teman TV ONE. Peralatan panjat tebing udah diurus Ali "Jablay" Rahman N Mujhab dari Mapokal, selaku P.J (penanggung jawab) alat atas instruksi sang coach.

Well, its time to move on now from my rental's room to Mapokal Base. Now already 18.00 P.M, half of the team have been here from two hours ago. Meanwhile we are waiting TV ONE's team. Rainy outside, a lil bit cold, but inside this room (Mapokal's base) very warm coz of so many of us gather together, talking, joking, laughing each other with many story about anything. Well "I LOVE this place anyway"............!!!

Adzan maghrib sudah berkumandang, mari menghadapkan diri pada Illahi, berdoa semoga perjalanan ini lancar dan tercapai segala tujuan. Amieen Yaa Rabbal Alamieen !!!

Tuesday 5 October 2010

Latihan..................Latihan..........................!!!

Tak terasa dua minggu sudah aku berlatih kontinyu, menu latihan sudah mulai membuat rontok fisik yang tak berlatih sekian lama. Setahun lebih ini hidupku mulai manja, tidur di hotel-hotel berbintang lima atau empat, makan di kafe-kafe mahal dan lumayan mewah, bepergian ke seluruh penjuru Asia untuk urusan kerja.

Tapi bukan hanya menu latihan yang harus di hadapi, kemacetan ibu kota juga harus aku perangi saban hari. Berdesakan di kereta api dari stasiun Pondok Cina lalu turun di stasiun Manggarai, jalan kaki sedikit menuju halte busway, naik busway menuju Dukuh Atas, lalu menanti dengan sabar dalam antrian yang kadang terlalu panjang untuk tiba tepat waktu di Pasar Festival, Kuningan. Kemudian malamnya menumpang Kopaja yang juga selalu berdesakan, dari Kuningan menuju lampu merah lalu dilanjutkan naik Kopaja berbeda menuju Pasar Minggu. Dan perjuangan belum usai, aku harus mengantri mikrolet menuju Depok lalu berjalan kaki sedikit menuju kos dari jalan raya Margonda. Kadang tubuh sudah terlalu lelah setibanya di kamar kos. Tapi hebatnya beberapa hari di minggu kemarin aku masih sempat tidur menjelang subuh. Mengerjakan ini-itu yang tiba-tiba saja aku rasa perlu dikerjakan.


Lalu hari Sabtu malam Minggu kemarin, seusai latihan Tyrolean dan Jumaring seharian di Pusgiwa UI, aku collapse..........terkapar demam di kamarku yang berukuran empat kali empat meter tanpa mampu berbuat apa-apa. Sambil meringkuk lemas di balik selimut batikku, di atas spring bedku yang lumayan empuk, kupandangi khatta dan bendera doa pemberian temanku ketika aku berkunjung ke Kathmandu, Nepal enam bulan lalu. Khatta berbahan sutera dan bendera doa lima warna yang kugantung di dinding sedikit di bawah langit-langit kamar sebagai penyemangat dan penyambung mantera agar aku bisa sampai ke puncak-puncak dunia. "Wahai sedih nian nasibku" aku bergumam sendiri dalam hati, terkapar sendiri dalam sepi dan sunyi.

Tapi tidak !!! Aku tak perlu bersedih, ini adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah cita-cita dan impian. Semua impian-impian besar memang harus diperjuangkan, dan perjuangan baru punya makna ketika ada pengorbanan yang dilakukan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pilihan yang kita pilih sendiri.
Kalaupun hari ini aku terkapar sakit, itupun karena kesalahan sendiri, tidak disiplin menjaga istirahat dan makan yang teratur. Soal sepi dan sunyi, sudah tidak perlu dipikirkan lagi. Karena tokh ketika kita mati nanti, akhirnya kita akan sendiri saja tanpa siapa-siapa. Tapi itu masih lama, aku belum ingin mati sekarang, apalagi mati karena sakit. Aku masih punya mimpi yang belum selesai dan harus aku selesaikan, meskipun harga yang harus dibayar untuk itu amat sangat mahal !!!

Monday 13 September 2010

KETIKA BENCANA MELANDA

Semenjak Tanah Rencong Nanggroe Aceh Darussalam dilanda gempa bumi yang menimbulkan tsunami tanggal 26 Desember 2004 silam, sudah banyak bencana alam beruntun yang meluluh lantakkan Nusantara tercinta. Dan yang paling baru salah satunya adalah gempa yang menghoyak Ranah Minang tanggal 6 Maret 2007 lalu. Gempa yang sampai hari ini masih menyisakan banyak luka dan derita, serta setumpuk persoalan yang tak kunjung terselesaikan.

Hampir serupa seperti kejadian bencana yang lainnya, di minggu-minggu pertama hingga sekitar sebulan paska kejadian. Begitu banyak orang dari berbagai macam lembaga entah itu politik atau non politik, pemerintah atau non pemerintah, berduyun-duyun datang mengunjungi lokasi bencana walaupun terkadang hanya sekedar membawa sekardus indomie dan diiringi oleh sekelompok jurnalis cetak atau elektronik, yang kemudian akan membuat ekspose sedemikian rupa keruang-ruang publik di seantero negeri.

Begitu banyak janji-janji diobral untuk melipur lara masyarakat korban bencana yang notabene berharap akan dibantu. Tapi tak semua wisatawan bencana ini benar-benar menindak lanjuti janjinya tersebut. Hal ini kebanyakan disebabkan karena ketika mereka datang ke lokasi-lokasi bencana hanya demi kepentingan pamor semata. Entah itu pamor pribadi, perusahaan, instansi, organisasi dan partai. Sementara para korban terpaksa bertahan hidup dengan sejuta harapan utopis yang kadung beredar dari mulut juru bicara wisatawan bencana itu tadi.

Mungkin ada beberapa lembaga yang benar-benar bekerja setelah terlebih dahulu melakukan investigasi dilapangan atau yang lebih sering disebut dengan assessment. Dan mayoritas lembaga yang bekerja cepat dan terstruktur jelas ini berasal dari lembaga swadaya masyarakat atau NGO (non governmental organization) baik itu berskala nasional maupun internasional.

Ada yang menggelitik dan menusuk perasaan paling dalam ketika menyaksikan kepedihan dan derita para korban bencana gempa tersebut. Di satu sisi mereka berusaha untuk mempercayai janji-janji semu yang telah diterima, tapi disisi lain berkat informasi yang semakin lancar mereka selalu bertanya kapan janji tersebut akan terealisasi dikampung, nagari mereka. Sembari berkisah mengenai parasaian mereka sesudah gempa melanda, tak lupa pula mereka mengkritisi pemerintah yang dinilai tak peduli terhadap nasib rakyatnya yang tengah marasai.

Terngiang-ngiang ditelinga tentang sebuah dictum politik yang sering diulang-ulang seorang kawan aktifis pergerakan mahasiswa sembilan tahun silam. “Ketika pemerintah kuat maka rakyat akan lemah , sebaliknya ketika pemerintah lemah maka rakyat akan kuat”. Apakah dictum ini bisa diuji di zaman penuh bencana sekarang ??? Wallahualam, saya tak pernah berminat untuk mengujinya karena saya bukan akademisi ataupun peneliti dari lembaga ilmiah tertentu.

Saya bahkan tak begitu yakin apakah penanganan bencana membutuhkan dimensi politik dan orang-orang yang berpolitik dalam menanggulangi bencana. Dalam pemahaman sempit ruang otak saya, yang terbiasa memerintah saya melanglang buana kesana-kemari untuk membantu korban bencana semampu yang saya bisa sebagai rakyat biasa, bahwa yang dibutuhkan segera para pengungsi korban bencana itu biasanya adalah pengobatan gawat darurat, obat-obatan, makanan dan minuman terutama yang cepat saji, pakaian, selimut, shelter sementara entah itu berupa terpal plastik seadanya atau tenda berframe alumunium mahal buatan luar negeri, air bersih dan sanitasi pada tahap emergency.

Berikutnya adalah post disaster trauma counseling (penyuluhan trauma paska bencana) perbaikan rumah tinggal, perbaikan nafkah atau perekonomian, perbaikan fasilitas publik seperti sekolah, tempat ibadah, balai pertemuan pada tahap reconstruction and recovery. Mereka sama sekali tak butuh jargon-jargon politik dan partai-partai politik , apalagi orang-orang atau institusi yang menjadikan penanganan bencana sebagai komoditas politik. Sama sekali tak butuh !!!

Tapi aneh bin ajaib, sepengetahuan saya selama berada di lokasi pengungsian bencana di berbagai tempat berbeda. Selalu saja politik dan manusia-manusia politik bermain cantik mengambil keuntungan ganda dari penanganan bencana. Lalu sampai kapan negara dan bangsa ini akan memetik pelajaran berharga dari deritanya sendiri ???

Apakah kita akan menyerah pada kenyataan bahwa rakyat kita adalah rakyat yang lemah, karena demi beberapa bungkus mie dan beberapa kilogram beras, mereka sanggup saling baku hantam dengan sesamanya atau terkadang menjarahi dengan beringas barang bantuan yang tidak diperuntukkan buat mereka.

Apakah kita akan menyerah pada kenyataan bahwa terkadang pemerintah kita adalah pemerintah yang lemah, karena tak mampu mengurusi nasib rakyat sendiri yang terlunta-lunta di bawah tenda-tenda darurat. Beruntung bisa tertutupi oleh kesigapan lembaga-lembaga internasional yang terkadang juga tidak tulus dalam memberikan bantuan alias membawa agenda terselubung yang kita tidak pernah tahu maksud dan tujuan sebenarnya.

“PATRIA ES HUMANIDAD” tulis seorang pengarang pada halaman muka sebuah novel yang mengisahkan perjuangan seorang dokter petualang di sebuah negara miskin di Amerika Selatan. Artinya kurang lebih adalah “satu-satunya kebangsaan adalah kemanusiaan”. Mungkin tafsiran sederhana dari kalimat ini adalah bahwa orang tidak memandang perbedaan agama, ras, kebangsaan dan keyakinan politik untuk melakukan tindakan kemanusiaan. Menolong manusia-manusia yang sedang membutuhkan uluran tangan saudaranya, manusia lain yang lebih mampu. Tapi apakah adagium ini berlaku juga bagi manusia-manusia atau institusi-institusi yang datang dengan topeng-topeng politik???

Saya tidak ingin membuat tuduhan sepihak, namun kenyataan-kenyataan yang terjadi dilapangan sudah cukup membuat saya mafhum akan jawabnya.
Jangankan untuk melakukan tindakan kemanusiaan bagi manusia lain yang berbeda kebangsaannya, untuk bangsa sendiripun hingga hari ini kita, termasuk saya juga barangkali, tak pernah benar-benar tulus dan becus dalam memberi bantuan.
Lalu bagaimanakah dengan anda sekalian, wahai saudara-saudara yang mengaku sebangsa dan setanah air???

Di pinggang sebuah gunung, dipagi hari tujuh belas Agustus yang lalu, ketika merah putih melambai-lambai di tengah parade perayaan kemerdekaan negeri ini, ketika ratusan pemuda petualang dan pengembara sahabat saya mengibarkan bendera merah putih raksasa berukuran tujuh belas kali delapan meter di puncak gunung itu.

Ketika ratusan keluarga korban gempa bumi bulan Maret lalu juga merayakan kemerdekaan sembari terus memendam tanya “Kapan bantuan perbaikan rumah dari pemerintah akan segera tiba?”. Saya sempat tercenung, bertanya-tanya sendiri dalam hati dan jikalau boleh saya juga ingin menanyakannya kepada saudara-saudara sebangsa setanah air yang lainnya melalui tulisan ini.

"Masihkah kita menjadi manusia yang punya rasa kemanusiaan?" Ketika kita tergolek nyenyak dirumah kita masing-masing yang nyaman, ternyata masih banyak manusia lainnya yang tinggal digubuk-gubuk sementara seadanya, berbalut panas menyengat disiang hari dan berselubung dingin menggigit ketika malam menjelang.

"Masihkah kita menjadi bangsa yang punya kebangsaan?" Ketika bule-bule berambut jagung, bermata biru, berseliweran keluar masuk kampung menangani pengungsi korban bencana, sementara kita berleha-leha di café-café, mall-mall megah berpendingin udara sambil menyantap makanan siap saji gaya Amerika.

PATRIA ES HUMANIDAD, satu-satunya kebangsaan adalah kemanusiaan, lalu bagaimana dengan manusia yang hanya bisa bicara saja ketika bencana melanda negerinya, apakah ia punya kebangsaan? dan bagaimana nasib bangsa yang dipimpin oleh manusia yang hanya bisa bicara saja ketika bencana melanda negerinya? apakah pemimpin bangsa itu punya kemanusiaan dalam dirinya? Masihkah kita sebuah bangsa yang berkemanusiaan? Masihkah kita manusia yang berkebangsaan ?

=============================================

Ditulis pada dini hari tanggal 12 September 2007, ketika pada pukul 18.10 WIB gempa berkekuatan 7,9 SR kembali memporak-porandakan Bengkulu dan Sumatera Barat.

Fordern Sie ein Reisender

Mein Herr ................................
Wenn ich fragen darf
gib mir einen gesunden Körper,
immer wandern
an jeden Ort, jedes Mal,
Um den menschlichen Durst
Lebensfreude

Mein Herr ................................
Wenn ich fragen darf
Gib mir einfach eine starke Seele
so dass jeder pengembaraanku
Ich kann zufrieden sein Durst
anderen Menschen
sind auch berechtigt,
Lebensfreude, die Sie gaben

Mein Herr ................................
Wenn ich fragen darf
Gib mir eine kluge Gedanken
Unabhängigkeit und freie
ernst
Ich dachte über die Freuden des Lebens
als einen Mann, den du gegeben hast
mir und anderen Menschen
so kann ich tun, um
Living das gute Leben und andere Menschen
diesem Tage an bis zum Ende meines Lebens
unberührt von allem und jedem
außer dir und mir


GOD ............................................
Wenn ich fragen darf
hoffentlich mit einem Hauch von meinen guten Taten
auf andere Menschen ....................................
Grill kann in Knoten vergrößern
Güte des menschlichen Lebens!


GOTT DANKE ...........................!!!

Sunday 12 September 2010



Nan mudo pambimbiang dunie
Nan capek kaki nan ringan tangan
Capek kaki indak panaruang
Ringan tangan indak pamacah
aso tarantang duo sudah
Nan bahati suci bamuko janiah
Acang-acang dalam nagari
Elok tapian dek urang mudo

Baumue satahun jaguang
Badarah satampuak pinang
Tinggi tabao dek rueh
Gadang tabao dek dagiang
gapuak tabao dek lamak

Bak gadih jolong basubang
Bak bujang jolong bakarih
Dikacak langan lah bak langan
Dikacak batih lah bak batih

alun dipanjak asok kumayan
Bapaham bak gatah caie
Bak kambiang hargo duo kupang
Bak kambiang baharago tigo tali

Gadang hak dilamhuak
Tinggi bak dianjuang
Bak padi disiang duo kali
Bak jaguang baumue tangah duo bulan
Lah tuo pado kakak
Lah cadiak pado mamak

Baranang itiak dalam rawang
Di bawah tabek nan bagauang
Sapantun bujang mangapalang
dima tagak kumari cangguang

Diliek pulo nan gadih-gadih
Rintang manjaik jo manyulam
Bunyi galak badarai-darai
ado bagarah bakucindan
Maklum anak mudo-mudo

Digilo gurau samo gadang
Hari lah habih dek kucikak
Hati gabuak pikiran sanang
Alun ado bahati susah

Katiko bungo sadang kambang
Banyaklah kumbang nan ka inggok
Hati-hati manjago diri
Jan tacurah bak katidiang
Jan baserak bak anjalai
Sio-sio utang tumbuah
Galuik kok jadi pacakak-an

Kok basuo jodoh nan sasuai
Ka jadi subang jo galang
Naknyo canggiah di kalingkiang

Karatau madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau bujang daulu
Di rumah baguno balun

Kok mati bujang di rantau
Hujan di langik mamandikan
langau hijau nan kamanjanguak

==========================
Disadur dari buku "Kato Pusako"

THE ANGEL

Once upon a time there was a child ready to be born. One day the child asked God, “They tell me you are going to send me to earth tomorrow but how am I going to live there being so small and helpless?” God replied, “Among the many angels I have chosen one for you. She will be waiting for you and will take care of you.”

Said child, “But tell me here in Heaven I don’t do anything else but sing and smile. That’s what I need to be happy!” God replied, “Your angel will sing for you every day. And you will feel your angel’s love and be happy.”

And, said the child, “How am I going to be able to understand when people talk to me, if I don’t know the language that men talk?” “That’s easy”, God said, “Your angel will tell you the most beautiful and sweet words you will ever hear, and with much patience and care, your angel will teach you how to speak.” The child looked up at God saying, “And what am I going to do when I want to talk to you?” God smiled at the child saying, “Your angel will teach you how to pray.”

The child said, “I’ve heard on earth there are bad men. Who will protect me?” God replied, “Your angel will defend you, even if it means risking life!” The child looked sad, saying, “But I will always be sad because I will not see you anymore.” God replied, “Your angel will always talk to you about me and will teach you the way to come back to me, even though I will always be next to you.” At that moment there was much peace in Heaven, but voices from earth could already be heard.

The child in a hurry, asked softly, “Oh God, if I am about to leave now please tell me my angel’s name!” God replied, your angel’s name is of no importance… you will simply call her MOTHER!

Copied from My Brothers Blog (hukmi99.blogspot.com)

Im so sorry cant stay @ Home for a long time, Just take cares of Our Mom !!!
I have dreams and duties to accomplish, I believe U will understand !!!

Wednesday 8 September 2010

PERMOHONAN SEORANG PENGEMBARA

TUHAN ku................................
jikalau boleh aku memohon
berikanlah aku raga yang sehat,
untuk selalu mengembara
ke setiap tempat, setiap waktu
demi memuaskan dahagaku sebagai manusia
akan kenikmatan kehidupan

TUHAN ku................................
jikalau boleh aku memohon
berikanlah aku jiwa yang kuat
agar disetiap pengembaraanku
aku bisa menjadi pemuas dahaga
manusia-manusia lainnya
yang juga berhak atas
kenikmatan kehidupan yang Engkau berikan

TUHAN ku................................
jikalau boleh aku memohon
berikanlah aku pikiran-pikiran yang bijak
dan bebas merdeka
agar dapat dengan sungguh-sungguh
aku merenungkan kenikmatan kehidupan
sebagai manusia, yang telah Engkau berikan
padaku dan manusia-manusia lainnya
sehingga dapat aku berbuat untuk
kebaikan hidupku dan hidup manusia-manusia lainnya
hari ini dan seterusnya sampai akhir hidupku
tanpa terpengaruh oleh apapun dan siapapun
kecuali diri-MU dan diriku sendiri

TUHAN............................................
jikalau boleh aku memohon
semoga dengan setitik perbuatan baikku
pada manusia lain....................................
dapat memperbesar anyaman simpul
kebaikan kehidupan kemanusiaan !!!


TERIMA KASIH TUHAN...........................!!!

Tuesday 7 September 2010

EVEREST MAPS from www.classic.mountainzone.com

MAPS & ROUTES
Map of Khumbu Valley showing the southern approach to Everest

EVEREST MAPS from www.classic.mountainzone.com

MAPS & ROUTES
The South Col Route on Everest showing camps

EVEREST MAPS from www.classic.mountainzone.com

MAPS & ROUTES
Summit Route on the Southeast Ridge of Everest

From www.mnteverest.net/history

MOUNT EVEREST HISTORY/FACTS:


EVEREST FACTS
Age of Everest:
Everest was formed about 60 million years ago
Elevation:
29,035 (8850m)-found to be 6' higher in 1999
Name in Nepal:
Sagarmatha (means: goddess of the sky)
In Tibet:
Chomolungma: (means: mother goddess of the universe)
Named after:
Sir George Everest in 1865 ,the British surveyor-general of India. Once known as Peak 15
Location:
Latitude 27° 59' N.....Longitude 86° 56' E It's summit ridge seperates Nepal and Tibet
First Ascent:
May 29,1953 by Sir Edmund Hillary, NZ and Tenzing Norgay, NP, via the South Col Route
First Solo Ascent:
Aug. 20,1980, Reinhold Messner, IT, via the NE Ridge to North Face
First winter Ascent:
Feb. 17,1980 -L.Cichy and K. Wielicki, POL
First Ascent by an American:
May 1,1963, James Whittaker, via the South-Col
Mt. Everest rises a few milimeters each year due to geological forces
Everest Name:
Sir George Everest was the first person to record the height and location of Mt. Everest, this is where Mt."Everest" got its name from(In american language)
First Ascent by a Woman:
May 16,1975, Junko Tabei, JAP, via the South-Col
First Ascent by an American Woman:
Sep.29,1988, Stacey Allison, Portland, OR via the South-East Ridge
First Oxygenless Ascent:
May 8, 1978- Reinhold Messner, IT, and Peter Habeler, AUT, via the South-East Ridge
First woman to reach the summit of Mount Everest from both north & south sides:
Cathy O'Dowd (S.A.) South May 25,1996/North '99
Fastest Ascent from South:
Babu Chhiri Sherpa 34, NP-16 hours and 56 minutes (5-21-2000)
Fastest Ascent (north side):
Hans Kammerlander (IT) May,24,1996, via the standard North Col Ridge Route, 16 hours 45 minutes from base camp
Youngest person:
Temba Tsheri (NP) 15 on May,22,2001
Oldest Person:
Sherman Bull May,25,2001 -64 yrs
First Legally Blind Person:
Erik Weihenmeyer May,25,2001
Most Ascents:
Eleven, 24th May 2000 Appa Sherpa became the first person to climb Everest 11 times-Ten, Ang Rita Sherpa, Babu Chiri Sherpa all ascents were oxygen-less.
Best and Worst Years on Everest:
1993, 129 summitted and eight died (a ratio of 16:1); in 1996, 98 summitted and 15 died (a ratio of 6½:1)
Highest cause cause of death:
Avalanches-about a (2:1) ratio over falls
Country with most deaths on mountain:
Nepal-46
Most dangerous area on mountain:
Khumbu Ice Fall-19 deaths
First ski descent:
Davo Karnicar (Slovenia) 10-7-2000
Last year without ascent:
1974
Last year without ascent:
1977
Corpses remaining on Everest:
about 120
Longest stay on top:
Babu Chiri Sherpa stayed at the summit full 21 hours and a half
Largest team:
In 1975, China tackled Everest with a 410-member team.
Fastest descent:
In 1988, Jean-Marc Boivin of France descended from the top in just 11 minutes, paragliding.
Only climber to climb all 4 sides of Everest:
Kushang Sherpa, now an instructor with Himlayan Mountaineering Institute
First person to hike from sea level to summit, no oxygen.:
11th May 1990,Tim Macartney-Snape, Australian
Largest number to reach the top in one day:
40, on May 10, 1993
First person to summit Everest twice:
Nawang Gombu-Nepal(once with Whitaker in '63,and again two years later in '65)Gombu now works for the Himalayan mountaineering institute
The oldest woman to summit
Anna Czerwinska May 22, 2000.

Everest: Return to Everest - National Geographic

Everest: Return to Everest - National Geographic

Sunday 5 September 2010

Kau sudah menyakiti ku..........................!!!

Tahukah kau, kau sudah menyakitiku ?
Dan aku benar-benar marah kali ini !
Lima tahun yg lalu kau juga menyakitiku untuk pertamakali, walaupun rasanya benar-benar menyakitkan saat itu, tapi aku masih bisa memaafkanmu. Karena aku juga mencoba memahami segala penyebabnya. Bertahun-tahun aku lewati dengan kesabaran, dan aku tak pernah berubah sejengkalpun dari rasa sayangku padamu. Aku hadapi semua pedih, perihnya luka, sendiri dalam kesepian yg tak terhingga. Aku tabahkan jiwaku untuk terus berjalan maju, mengejar impian.


Tahun demi tahun berlalu, dan akhirnya Tuhan mempertemukan kita kembali. Aku beri kau seluruh rasa sayang dan cintaku yg tak pernah berubah. Walaupun engkau telah mencederainya dan aku berusaha memahami itu bukan sepenuhnya kesalahanmu. Aku coba menunjukkan padamu tentang sebuah kesungguhan mencintai. Dan aku tak pernah bermain-main dari pertama kali kita bertemu.


Engkaupun memberiku kesempatan dan harapan, walau banyak rintangan tapi aku tak peduli. Karena aku memang bersungguh-sungguh ! Semua olok-olok tentang kita aku tanggapi dengan acuh saja, karena tokh aku pikir kita yg menjalani semuanya, bukan orang-orang yg hanya bisa berolok-olok !
Tahukah engkau ? terkadang aku sedih, marah dan sakit ketika soal kita dijadikan topik olok-olok oleh siapapun. Tapi aku menerimanya dengan sabar, tak perlu ditanggapi karena mereka semua tak mengerti apa yg aku dan kau alami, apa yg kita hadapi...................................................................................!


Lalu engkaupun pergi, terbang mengejar impianmu. Dan semua harus berakhir seketika tanpa makna. Sirna semua kesabaran, penantian dan ketabahan yg aku bangun bertahun-tahun dalam perihnya luka dan sepi.............................!


Tapi kali ini kau tak hanya sekedar menyakitiku sekali lagi, kali ini kau membuatku marah ! Benar-benar MARAH !!! Berulangkali aku yakinkan diriku bahwa kau tidak bersalah dan tak perlu dibenci, berulangkali aku redam rasa sesal dan kecewaku yg berdentang-dentang lantang setiap menit dalam relung jiwa. Berulangkali aku sibuk berperang dengan hati kecilku "LUPAKAN.......LUPAKAN..........sudah LUPAKAN saja !!!" dirimu.


Dan ternyata kau memang benar-benar membuatku MARAH !!!

You are FORGOTTEN now from My Life but NOT FORGIVEN from My Heart !!!


Kau menyakitiku, aku bisa maafkan. Kau menyakitiku lagi, aku kembali maafkan. Tapi ketika kau membuatku marah dan menyinggung harga diriku, kau harus berhati-hati ! Dan aku tak pernah main-main ! Ingatlah itu selalu !!!





Saturday 4 September 2010

Kita tak mesti berperang, tapi bukan berarti kita harus diam saja ketika kehormatan dan kewibawaan sebagai Bangsa dan Negara yg berdaulat sudah dirobek-robek oleh negeri tetangga yg mengaku serumpun dengan Bangsa ini.
Bukan hanya sekali dua kali kehormatan dan kewibawaan kita sebagai Bangsa dan Negara dicederai. Tak seorang dua rakyat kita yg notabene pahlawan devisa, jadi korban perlakuan semena-mena di negeri jiran itu. Sabar dan santun memang sikap yg mulia, tapi ada batasnya ! Ketika kehormatan dan kewibawaan sebagai Bangsa dan Negara telah diinjak berkali-kali, semestinyalah kita memberi peringatan keras kepada sang tetangga yg arogan.
Bangsa ini sedang sekarat, pemimpin-pemimpin berhati lemah duduk jadi pengendali Negara. Jangankan untuk memperjuangkan nasib rakyatnya yg teraniaya di negeri jiran. Mengembalikan aparat negara yg ditangkap dan mendapat perlakuan semena-mena ketika sedang menjalankan tugaspun, pimpinan negara ini harus mengalah.Menukar para punggawa negara yg ditangkap dengan maling-maling ikan dari negeri jiran adalah hal yg sungguh memalukan. Benar-benar tak mencerminkan wibawa dan kehormatan dari sebuah negara yg merdeka serta berdaulat.

Perang memang tak perlu !!! Karena korban sia-sia akan berjatuhan, perekonomian negara akan tambah memburuk. Dan pihak ketiga dalam hal ini negara-negara kapitalis-imperialis semacam Amerika dan Inggris akan ikut campur, lalu memetik keuntungan dari konflik yg memang mungkin mereka harapkan. Dalam keadaan damai seperti sekarang saja, para pemimpin negara ini sudah tak mampu melindungi harkat dan martabat bangsanya. Apalagi nanti dalam suasana kacau akibat perang dengan negeri jiran yg arogan itu.

TIDAK MUDAH

Tidak mudah memang untuk menunjukkan bahwa kita menyayangi dan mencintai. Entah itu keluarga kita, kedua orang tua yg telah membesarkan kita dengan susah payah. Kakak dan adik yg selalu merindukan kita. Teman-teman yg selalu meperhatikan kita. Lawan jenis yg kita harapkan untuk saling memahami kekurangan dan kelebihan. Berbagi kebahagiaan dan kesedihan tanpa mengenal ruang dan waktu. Apalagi Bangsa dan Tanah air yg demi tegaknya kedaulatan dan kewibawaannya, kita rela menyabung nyawa. Berkorban darah dan air mata. Tidak mudah memang......................Memang tidak mudah..................!!!

Sudah enam puluh lima tahun kita merdeka, tapi enam setengah dekade kemerdekaan yg diperjuangkan itu nyaris tak punya makna sekarang.
Bagaimana mungkin ada sebuah negara kecil yg kemerdekaannya adalah pemberian sang Imperialis penjajah, berani-beraninya mencaplok pulau-pulau kita yg tak terjaga dengan baik. Lalu mengklaim produk kebudayaan bangsa ini sejak ratusan tahun lalu sebagai milik mereka. Dan yg lebih baru lagi adalah dengan arogannya patroli polisi laut mereka menangkap pegawai dinas kelautan kita yg beroperasi dalam territorial Indonesia.

The dreams that will never die....................!!!

Seven Summits - Facts & Figures of the Seven Summits


Since Dick Bass reached the Everest in 1985 and became the first person to climb the highest peak on the seven continents, a controversy has erupted. In 1986, Patrick Morrow reached the summit of the Elbrus, and claimed that he was the first person to climb the Seven Summits, not Dick Bass. Dick Bass claimed that the Carstensz Pyramid in New Guinea, which he summitted years before, was the summit of the seventh continent known as Australasia or Oceania. This included New Zealand, New Guinea, and certain Pacific Island, along with Australia. If this is true, Carstensz Pyramid would be the summit of the seventh continent, not Kosciuszko.

There are several arguments that plea for the Kosciuszko or the Carstensz Pyramid to be the Seventh Summit:
  • If one defines the geographic zone that includes Australia, New Guinea, New Zealand and certain Pacific islands, as Australasia or Oceania, then Carstensz Pyramid is certainly the highest peak in Australasia.
  • If Australia on its own is a continent on itself, then most regard Kosciuszko as the highest peak, but there are other who consider mountain 2745 metres named as the Big Ben on a small stormy island Heard Island, deep in the Southern Ocean as the Seventh Summit.
  • As Carstensz Pyramid lies in the Western New Guinea, also known as Irian Jaya, it politically does not belong to Australia but to Indonesia. And Indonesia is part of Asia.
We will not take any side in this discussion here. From the above, one should be able to draw their own conclusions, and otherwise, why not do what most people do? Climb all the Eight Summits! In this section, we have listed the figures and facts from all the "Eight Summits".

Elbrus

Elbrus
  • Europe
  • 5642m / 18,150ft
  • Kabardino-Balkaria
  • Caucasus
  • First Ascent: 1874, Grove, Gardiner, Walker, Sottajev and Knubel.


Kosciuszko

Kosciuszko
  • Australia
  • 2228m / 7310ft
  • New South Wales
  • Snowy Mountains
  • First Ascent: 1840, Edmond, Strzelecki.


Carstensz Pyramid

Carstensz
  • Australasia
  • 4884m / 16,024ft
  • Irian Jaya
  • Sudirman Range
  • First Ascent: 1962, Harrer, Temple, Kippax and Huizenga.




Everest

Everest
  • Asia
  • 8848m / 29,028ft
  • Tibet/Nepal
  • Himalaya
  • First Ascent: 1953, Norgay and Hillary.




Kilimanjaro

Kilimanjaro
  • Africa
  • 5895m / 19,340ft
  • Tanzania
  • First Ascent: 1889, Purtscheller.




Vinson

Vinson
  • Antarctica
  • 4897m / 16,023ft
  • Sentinel Range
  • First Ascent: 1966, Corbet, Evans, Long and Schoening.





Aconcagua

Aconcagua
  • South America
  • 6960m / 22,834ft
  • Argentina
  • Andes
  • First Ascent: 1897, Zurbriggen.




McKinley

McKinley
  • North America
  • 6194m / 20,320ft
  • Alaska, USA
  • Alaska Range
  • First Ascent: 1913, Karstens, Harper, Tatum and Stuck


What you read are just overviews of each of the Seven Summits, or the way we treated it here, the Eight Summits. There are a lot more information available in this site. Feel free to visit them if you wish to know more about the Seven Summits.

Monday 30 August 2010

Jangankan keringatku, Darahku pun kurelakan
Demi rasa bangga dan baktiku
INDONESIA.............................!!!

Kan kubuktikan padamu
Kan kutunjukkan padamu
Rasa bangga dan baktiku
INDONESIA....................!!!

Laki-laki berseragam loreng gurun itu, mengulang-ulang perlahan bait-bait lagu gubahan seorang senior di klub pendaki gunungnya. Lagu itu ia jadikan pemacu semangat untuk menyelesaikan long march siang malam sejauh lebih kurang lima ratus kilo meter yg sedang ia tempuh bersama dua puluh orang terpilih lainnya di gurun pasir Gobi, Mongolia.

Panas menyengat di siang hari, dingin menggigit tulang kala malam tiba amat menyiksa ke dua puluh orang yg sedang mengikuti pendidikan unit khusus "Eagle Detachment" tersebut. Termasuk lelaki yg biasa dipanggil Ray, bernama lengkap Rayhan Kelana sebagai nama yg diberikan Ayahnya ketika lahir pada tgl 07 Maret, dua puluh tujuh tahun yg lalu.

Senapan Colt M-4 lengkap dengan pelontar granat ia cekal erat-erat dengan kedua belah tangan. Ransel tempur disain khusus Karrimor berisi perlengkapan pribadinya terasa makin berat, karena sudah tiga hari tiga malam ia berjalan melintasi gurun yg kadang disapu badai pasir. Sepatu boot tempur Altbergnya sesekali terbenam dalam di lintasan pasir. Tapi itu semua tak mematahkan semangatnya yg membara untuk menyelesaikan long march yg berbahaya ini.

Jangankan keringatku, Darahku pun kurelakan
Demi rasa bangga dan baktiku
INDONESIA............................!!!

Ray duduk termenung di kamarnya, ia menatap lurus dinding kamarnya yg berwarna biru. Sudah berlembar-lembar halaman buku harian ditulisnya, dicurahkan segala gundah hatinya atas jawaban Ayahnya kemarin. Tapi gundah itu masih belum juga hilang. Tiba-tiba Ibunya masuk kamar tanpa mengetuk pintu yg tak terkunci. "Kamu sudah makan nak ?" tanya Ibunya penuh kasih sayang. Ray hanya menggeleng tanpa berucap sepatah katapun. "Makanlah dahulu, tak usah kamu pikirkan soal Ayahmu" sambung Ibunya lagi.
"Saya ingin melanjutkan kuliah di tanah Jawa Yah, di Bandung" Ray berkata dengan tegas tanpa ragu-ragu. "Saya mohon ayah mengizinkan............" ujar Ray lagi tanpa menunggu jawaban ayahnya. Ayahnya yg sedang membaca-baca sebuah kitab seketika mengangkat kepalanya. Pria tua yg amat dihormati orang kampung dan bergelar Kiai Haji itu lalu menutup kitab tafsir Jalalaen di tangannya. "Ayah tak bisa memberi keputusan sekarang, lagi pula coba kau pikirkan kembali niatmu itu Ray." Jawab pak Kiai Haji Rahman Abdullah tak kalah tegas kepada anaknya Rayhan Kelana. "Sekolah saja kau pindah-pindah, mengorganisir demonstrasi, melawan kepala sekolah, dipecat dari sekolah, tidak lulus............dan naik gunuuung saja kerjamu !!!" damprat ayahnya dengan nada mulai meninggi. Ray menghela nafas dalam-dalam dam menunduk, terdiam kelu di ruang tamu rumahnya yg sederhana. Sedih dan marah mulai merajai hatinya. Setelah terbungkus hening beberapa saat, akhirnya Ray mengangkat kepalanya, ia lalu menatap mata ayahnya yg terlihat kecewa. "Baiklah yah, kalo begitu akan saya pikirkan kembali niat itu." Ray berucap perlahan-lahan nyaris tak terdengar.

Friday 20 August 2010

Ia lalu berjalan perlahan-lahan menuju pintu keluar di bagian depan pesawat. Di sisi pintu seorang pramugari cantik menyapanya sambil tersenyum "Sawasdee Kaa, Have a nice journeys in Thailand Sir" ujar pramugari itu seraya menangkupkan kedua belah telapak tangannya di depan dada. "Khap Koon Krub" balas si lelaki sambil tersenyum sekilas, lalu berlalu keluar menyusuri koridor menuju terminal kedatangan bandara. Dibukanya ritsleting kompartemen depan ransel kecil, dimasukkan tangannya kedalam. Sebuah kaca mata sport oakley hitam tergemnggam ditangannya, lalu dikenakannya kaca mata itu di wajahnya yg oval.
Suvarnabhumi International Airport, Bangkok. Seorang pria atletis berambut ikal gondrong sebahu, berdiri dari kursinya yg bernomor 37-A, segera setelah pesawat Thai Air yg ditumpanginya berhenti bergerak dan parkir di apron kedatangan. Ia membuka tutup penyimpanan bagasi di atas kepalanya. Menarik keluar sebuah ransel gunung karrimor ukuran 90 liter, berwarna biru. Menyandangnya di punggung dengan cepat, lalu mengeluarkan satu lagi ransel kecil karrimor yg berwarna sama birunya dengan ransel pertama. Digendongnya ransel kecil itu di depan dadanya yg bidang dan kukuh. Pria ini berusia sekitar akhir dua puluhan, atau tiga puluh awal. Blue jeans levis robek-robek membungkus kakinya yg terlihat biasa berjalan jauh. Dibagian bawah kakinya ditopang oleh sepasang sepatu gunung Scarpa coklat berbahan kulit.

Thursday 19 August 2010

SEBUAH KISAH DARI JALAN GANDEWA

Gandewa 10, Bandung, 07 Maret 1998

Hari sudah menjelang tengah malam, ruangan itu nyaris penuh sesak oleh perwakilan seluruh Himpunan Mahasiswa Jurusan. Mereka duduk dengan berbagai macam posisi membentuk setengah lingkaran, ada yg bersila, ada yg menegakkan sebelah kakinya dan ada pula yg berjongkok sambil merapatkan badan ke dinding. Di barisan depan duduk berhadapan dengan kelompok mahasiswa yg membentuk setengah lingkaran, tujuh orang mahasiswa yg bergantian berbicara tentang kondisi terakhir bangsa dan tanah air.

Ditengah ketujuh orang itu duduk bersila seorang pemuda berambut gondrong sebahu, memakai blue jeans lusuh dan kemeja flannel merah bermotif kotak-kotak yg digulung hingga lengan. Sebuah Daypack Karrimor biru teronggok dihadapannya. Umurnya 21 tahun, biasa disapa Ray oleh kawan-kawan dekatnya. Bernama lengkap Rayhan Kelana, malam itu ia menjadi pusat perhatian puluhan mahasiswa yg ada di ruangan sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa.

“Kita harus bersatu kawan-kawan !!! merapatkan barisan dan turun ke jalan !!! Tak ada pilihan lain, lihatlah rakyat di sekeliling kita, mereka sudah sengsara, harga bahan pokok naik membubung tak terbeli, harus ada aksi !!! Kita tidak bisa lagi diam di dalam kampus dan sekedar berdiskusi, berwacana !!!Demi bangsa dan tanah air kita mesti turun ke jalan, harus ada perubahan di negeri ini !!! Kelak sejarah akan mencatat bahwa perjuangan kita tidak sia-sia “

Ujar mahasiswa jurusan teknik Geologi tingkat tiga itu berapi-api. Sejenak kemudian tatapan mata lelaki muda yg menjabat sebagai ketua presidium keluarga mahasiswa Insitut Tunas Bangsa tersebut menyapu seluruh ruangan, menunggu komentar dari kawan-kawannya yg mulai kasak-kusuk berbicara kecil kiri-kanan.

“Mohon izin bicara Ray” teriak seorang pemuda tegap berambut cepak bercelana lapangan drill warna hijau pupus dan mengenakan jaket parasut tebal warna merah yg duduk di barisan depan setengah lingkaran. Namanya Parno, 22 tahun, ia adalah ketua himpunan mahasiswa jurusan teknik pertambangan Institut Tunas Bangsa. “Silakan kawan Parno” ujar Ray dengan lantang. “Saya dan kawan-kawan himpunan tambang sepakat dengan Ray, kita tidak bisa menunggu lagi, jangankan rakyat, kita sendiri terutama kawan-kawan yg indekost sudah merasakan sendiri susah beli makanan gara-gara harganya berubah-rubah terus. Pecel lele langganan saya sampe tutup kemaren karena modalnya udah ga cukup buat belanja.” Parno yang bernama lengkap Suparno Surodilogo melontarkan pendapatnya dengan penuh semangat.

“Huuuuu……………ntong mawa-mawa masalah pribadi atuh euy……….!!!” Terdengar celetukan dari barisan sebelah kiri di belakang Parno. Lalu terdengar tawa berkepanjangan dari kelompok mahasiswa yg duduk di barisan kiri belakang itu. Suasana sempat menjadi gaduh sebentar karena ternyata mereka adalah kelompok himpunan mahasiswa teknik perminyakan yg selama ini cenderung bermusuhan dengan mahasiswa tambang.

Parno spontan berdiri sambil menunjuk kearah seorang mahasiswa kurus berambut gondrong berkacamata bulat seperti yg biasa dikenakan John Lennon. Kawannya yg asli Bandung itu dibentak dengan galak oleh Parno “Ojo gitulah sampeyan Di, ini forum bebas buat mengemukakan pendapat, kalo sampeyan ga suka kita berantem aja opo diluar ???”

Beberapa mahasiswa tambang ikut berdiri disamping Parno dan mulai menatap dengan galak pada Didi Sugandi, 22 tahun, yg menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa jurusan perminyakan Institut Tunas Bangsa. Suasana tegang menjalari ruangan itu karena Didi tiba-tiba berdiri diikuti seluruh anak teknik perminyakan. “Gelo siah, urang ngariung kadiyeu hayang rapat ngabahas rencana aksi laen ngabejaan gelut jeung manehna……!!!” ujar Didi dengan raut wajah serius.

“Duduk kawan-kawan, silakan duduk kembali !!! cukup sudah pertengkaran tolol kalian” teriak Ray tiba-tiba dengan lantang dari depan. Semua kepala serentak berpaling ke depan menatap Ray yg mengangkat kedua belah tangannya tinggi-tinggi. “Duduk, semua duduk !!! Parno, Didi silakan tertib, bagi kawan-kawan yg lain juga, saya minta untuk tertib, kita berkumpul disini untuk merapatkan barisan bukan untuk bertengkar gara-gara hal sepele” Ray kembali berbicara dengan tegas dan keras.

Akhirnya semua yg ada diruangan itu tenang kembali, kelompok mahasiswa tambang dan perminyakan yg nyaris baku hantampun ikut duduk dengan tertib. “Terima kasih kawan-kawan, apakah ada yg mau disampaikan Di ?” Tanya Ray kepada Didi yg mengacungkan tangan kanannya setelah kembali duduk. “Sebelum forum ini dilanjutkan saya mau minta maaf ama Parno, Punteun nyak No, tadi teh cuma becanda kok !!!” Ucap Didi sambil menangkupkan kedua belah telapak tangannya mengarah pada posisi Parno duduk.

“Sampeyan tak maafken, tapi nanti abis rapat musti traktir saya pecel lele” kata Parno sambil nyengir kuda. “Oke kawan-kawan sekalian, sekali lagi terima kasih dan jangan diulang lagi yah, kita harus bersatu untuk bergerak, jangan sampai pergerakan kita jadi lemah oleh hal yg seperti barusan, sepakat ???” Ray berbicara kembali dan melontarkan pertanyaan yg dijawab dengan koor serempak oleh seluruh mahasiswa yg ada diruangan itu “Sepaakaaat……….mari kita bersatu……….turun ke jalan besok pagi !!! Hidup mahasiswa………hidup Institut Tunas Bangsa……………………………………..!!!

Teriakan-teriakan penuh semangat yg kental dengan aroma perlawanan membahana mengoyak tengah malam yg senyap di kampus Institut Tunas Bangsa.

Sementara itu diluar tersembunyi di antara rimbunan daun pepohonan besar yg menaungi kampus Institut Tunas Bangsa berdiri sesosok lelaki mengenakan jeans hitam dan kaos oblong hitam yg dilapis jaket parasut berwarna hitam pula. Ketiadaan lampu disekitar tempat ia berdiri ditambah pakaiannya yg serba hitam, membuat tak seorangpun menyadari kehadirannya. Dengan teropong kecil yg dilengkapi infra merah, ia memantau seluruh detail peristiwa yg terjadi dalam ruangan sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa.

“Sarang Rajawali, Rajawali satu ganti” Pria itu mulai berbicara perlahan melalui handy talki kecil yg tergenggam di tangan kanannya sembari terus mengarahkan teropong yg dipegang dengan tangan kiri keruangan sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa yg berjarak kira-kira lima ratus meter dari tempat ia berdiri. “Masuk Rajawali satu, Sarang menunggu” terdengar jawaban samar dari speaker handy talki yg dipegangnya.

“Pucuk mahoni sedang rimbun mungkin akan jadi daun, petunjuk dari sarang ganti” pria misterius itu melanjutkan berbicara melalui handy talki sambil sesekali mengarahkan teropongnya kelapangan parkir dan bagian luar sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa. “Berapa lembar pucuk yg ada? Tandai segera !!! cari tau waktu terjadinya daun !!!” terdengar kembali jawaban samar bernada perintah.

“Siap, rajawali akan ganti bulu dan pindah pohon !!!” Pria itu mematikan handy talki lalu menyimpannya beserta teropong kesaku lebar dibagian dalam jaket.

Ia berjalan bergegas menuju lapangan parkir sambil tetap mengawasi sekeliling dengan mata telanjang. Setibanya dilapangan parkir ia membuka pintu depan sebuah Jeep Nissan Patrol hitam, masuk kedalam dan menyalakan mesin lalu perlahan meninggalkan kampus Institut Tunas Bangsa tanpa pernah disadari kehadirannya oleh para mahasiswa yg masih berkumpul di ruangan sekretariat keluarga mahasiswa.

Di dalam ruangan sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa, rapat masih terus berlangsung.

“Besok sebelum turun ke jalan, jam 09.00 pagi kita akan mulai dengan sidang umum keluarga mahasiswa Insitut Tunas Bangsa dilapangan basket, untuk mengumpulkan massa lebih banyak saya minta ketua-ketua himpunan mahasiswa jurusan berorasi bergantian di gerbang dan mengarahkan mahasiswa yg lewat terutama dari jurusannya masing-masing ke lapangan basket untuk berkumpul. Setelah itu kita mulai ke depan gerbang dan mengatur barisan lalu longmarch ke Gedung Sate pukul 11.00, ada saran dan masukan dari kawan-kawan ???” Ray memaparkan rencana aksi dengan penuh semangat.

Seorang gadis cantik berkulit putih, berwajah oval, mengenakan kacamata minus, berambut panjang sepunggung berbisik sebentar dengan kawan di sebelahnya, lalu beberapa saat kemudian gadis yg mengenakan sweater wol merah marun bermotif bunga itu mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Namanya Dara Permata Hati, 21 tahun, ketua himpunan mahasiswa jurusan arsitektur.

“Saya mau ngasi masukan neeh Ray, boleh ga ?” ucapnya tajam sembari menatap lekat-lekat wajah Ray. “Bo…..bo…..boleh Ra, silakan” Ray menjawab dengan gagap dan tiba-tiba menjadi salah tingkah, jauh berbeda dengan sikapnya yg sebelumnya tegas dan penuh semangat.

“Saya kira orasi di gerbang kampus saja tidak cukup, kita juga harus membuat selebaran tentang rencana aksi dan menempelkannya di titik-titik strategis di seluruh kampus. Terus kita juga harus mengajak dosen-dosen yg bersedia mendukung kita untuk turut berorasi di lapangan basket dan di depan gerbang” Dara menyampaikan masukannya dengan cepat dan jelas.

Terdengar gumaman dan bisik-bisik kecil di seantero ruangan mendengar usulan Dara. “Tapi siapa yg akan bertugas mengajak dosen-dosen ? dan apakah ada jaminan dosen-dosen mau ikut aksi kita ?” seorang mahasiswa yg duduk di sebelah kanan Ray melontarkan pertanyaan menanggapi masukan dari Dara. Wajah anak muda yg rambutnya terpangkas rapi, disisir belah tepi itu menatap Dara dengan ekspresi bimbang.

Namanya Iwan Prawira, 22 tahun, kuliah di jurusan teknik fisika tingkat tiga, menjabat sebagai sekretaris presidium keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa. Dari baju kemeja abu-abu dan celana panjang katun tersetrika rapi yang dikenakannya ia lebih mirip seorang dosen muda daripada seorang mahasiswa.

“Saya pikir ketua presidium keluarga mahasiswa dan jajarannya yg punya tugas untuk meyakinkan para dosen agar ikut mendukung aksi kita, tapi berhubung saya yg memberi ide, saya siap membantu Ray untuk mengajak para dosen” Dara kembali berbicara dengan cepat menjawab pertanyaan Iwan, membuat Ray yg akan berbicara mengurungkan niatnya.

Dahi Ray terlihat berkerut dalam mendengar jawaban Dara, ia mulai agak gelisah dan mengeluarkan Zippo berwarna perak bermotif kepala burung elang dari saku kecil blue jeansnya. Dari saku kiri kemeja flannelnya ia mengeluarkan sebungkus rokok Marlboro light, mencabut sebatang dan menyelipkannya di sudut bibir, lalu ia nyalakan dengan Zippo dan menghisapnya beberapa kali dengan hembusan panjang-panjang.

Kepulan asap rokok Ray menyebabkan Iwan yg duduk di sebelahnya terbatuk-batuk kecil. Ray segera sadar, “Maaf….…maaf Wan” meminta maaf kepada Iwan dan mematikan rokoknya di asbak. “Bagaimana Ray ???” Dara bertanya tidak sabar. “Iya bagaimana Ray dengan usulan Dara ???” Parno juga ikut bertanya.

“Kalau Ray tidak bersedia, tidak apa-apa, biar saya dan kawan-kawan lain yg akan berusaha mengajak para dosen kita.” Dara mengajukan penawaran melihat wajah Ray yg gelisah, karena beberapa hari sebelumnya Dara mengetahui dari teman-temannya satu jurusan bahwa Ray dipanggil menghadap oleh Dr.Ir.Johan Satyabudhi,M.Sc, sang Pembantu Rektor III bidang kemahasiswaan Institut Tunas Bangsa.

Menurut info dari teman-teman Dara, Pembantu Rektor III memperingati Ray untuk tidak mengajak mahasiswa turun ke jalan apalagi mengajak dosen turut terlibat.Dara baru menyadari konsekuensi yg akan ditanggung Ray jika mengacuhkan peringatan Pembantu Rektor III, sebab Dara memahami benar kerasnya disiplin seorang Dr.Ir.Johan Satyabudhi,M.Sc karena ia adalah putri semata wayang sang Pembantu Rektor III itu.

Kembali terdengar gumaman dan bisik-bisik diantara seluruh peserta rapat. Ray menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lalu setelah bisa menekan rasa gelisahnya ia menegakkan punggung, menatap Dara lekat-lekat dan berbicara dengan intonasi tegas kembali

“Terimakasih Dara atas masukan dan kesediaan kamu, tapi saya sudah menerima amanah dari kawan-kawan sekalian sebagai ketua presidium dan saya harus memikul amanah itu walau apapun yg harus saya tanggung. Besok pagi saya dan beberapa orang presidium yg bersedia akan menghadap Pembantu Rektor III dan mengajak para dosen untuk mendukung aksi kita.”

Suasana menjadi hening seketika setelah Ray berbicara. “Kami semua bersedia menemani kamu Ray” nyaris serempak empat orang presidium keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa menyatakan kesediaannya. “Bagaimana dengan saya ? boleh ikut ga ?” Dara bertanya kembali.

“Bagaimana kawan-kawan ?” Ray menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan meminta persetujuan anggota presidium yg lain. Semua menganggukkan kepala tanpa bicara. “Oke Dara kamu boleh ikut !!!” Ray memberi jawaban atas pertanyaan Dara.

Rapat itu akhirnya ditutup setelah mereka selesai membahas rencana aksi sampai detail. Sebagian besar mahasiswa pulang ke rumah atau kostannya masing-masing. Tapi banyak juga yg memutuskan menginap, terutama para ketua himpunan mahasiswa jurusan dan anggota presidium keluarga mahasiswa termasuk Ray.

Dara adalah termasuk yg memutuskan menginap, setelah berbicara singkat dengan beberapa teman jurusannya yg akan pulang di lapangan parkir, ia lalu kembali ke dalam ruangan dan menghampiri Ray yg masih berdiskusi di sudut ruangan dengan beberapa orang anggota presidium. “Ray, kamu sudah makan ???” Dara bertanya perlahan kepada Ray.

“Sepertinya dia belum makan tuh Ra” seru Parno dari sudut ruangan lain. “Nitip ama saya aja Ra kalau mau beliin makanan buat Ray, tapi jangan Ray aja atuh yg dibeliin, barudak nu laenna kumaha ???” celetuk Didi yg berencana pergi membeli makanan. Dara akhirnya menyerahkan dua lembar limapuluh ribuan kepada Didi buat beli makanan bagi semua. “Sekalian atuh urang minjem mobilna euy” ujar Didi lagi. Tanpa menjawab Dara menyerahkan kunci mobil dan STNK kepada Didi.

Didi lalu menepuk pundak Ray, “Urang pamit heula nyak, maneh hayang naon teh ? pecel lele siga si Parno atau nasi goreng ?” Ray menatap Didi yg berdiri agak setengah membungkuk “Beli nasi goreng aja biar bisa dimakan rame-rame Di”. Didi mengangkat tangan kanannya ke pelipis “Siap Pak Ketua !!!”. Ketika Didi melewati pintu sekretariat, Parno berteriak “jangan lupa pecel lele siji yo Di !!!” Didi berlalu dengan beberapa orang kawannya yg lain sambil mengacungkan jempol kearah Parno.

Di persimpangan jalan Ganesha menuju jalan Taman Sari sebuah gerobak nasi goreng mangkal menunggu pembeli, nyala lampu petromaks menerangi gerobak.

Didi dan tiga orang kawannya menepi disamping gerobak nasi goreng. Lalu keluar dari mobil sedan Toyota Corolla yg dipinjam dari Dara. “Kang bungkus nasi gorengna tilu puluh” pinta Didi ke penjual nasi goreng. “Punteun sep, sakedeung nyak, mangga calik heula” Tukang nasi goreng mempersilakan Didi dan kawan-kawan duduk di bangku panjang dari kayu.

Sambil mulai mempersiapkan wajan berisi minyak goreng dan meracik bumbu-bumbu, tukang nasi goreng yg kepalanya tertutup topi lebar dari anyaman bambu bertanya pada Didi “kuliah timana sep ?”. “Ti Institut Tunas Bangsa kang” jawab Didi. Lalu si tukang nasi goreng mulai bercerita tentang harga bahan pokok yg makin melambung dan susahnya jadi rakyat kecil.

Tanpa bisa dicegah oleh Didi, seorang temannya dengan polosnya bercerita soal rencana aksi turun ke jalan kepada tukang nasi goreng berikut detail aksi.

Sambil tetap mengaduk nasi gorengnya ia menanyakan apakah mereka akan menginap di kampus karena membeli nasi goreng begitu banyak. Dan diiyakan oleh teman Didi. Begitu nasi goreng sudah selesai dibungkus, Didi lalu membayarnya dan kembali menaiki mobil untuk mencari pecel lele pesanan Parno.

Tak berapa lama kemudian setelah Didi dan kawan-kawannya pergi, tukang nasi goreng merogoh sesuatu dari dalam laci kecil yg tersembunyi di bawah termos nasinya.

Ternyata benda itu sebuah handy talki. “Sarang Rajawali, Rajawali Satu ganti” Ia memanggil melalui handy talkinya sambil mengawasi jalanan sekeliling. “Lanjutkan Rajawali Satu” terdengar jawaban dari speaker handy talkinya. “Pucuk mahoni sebagian bermalam menunggu pagi, daun akan kembang di dalam jam 09.00, di luar jam 11.00, daun akan terbang ke rumah satu, ganti” ia melanjutkan laporannya.

“Ikuti daun, ambil gambar pucuk mahoni, sarang akan kirim sekumpulan Rajawali besok pagi, Rajawali satu usahakan berada di pohon semula dan ganti bulu”. “Siap, kerjakan !!!” Tukang nasi goreng mematikan handy talki dan memasukkannya kembali ke dalam laci dibawah termos nasi. Ia lalu bergegas merapikan bangku dan mendorong gerobaknya ke arah jalan Taman Sari.

Gandewa 10, Bandung, 08 Maret 1998.

Sejak pukul 06.00 pagi para mahasiswa yg menginap di sekretariat keluarga mahasiswa Institut Tunas Bangsa sudah bersiap-siap. Sesuai rencana hasil rapat, hari ini mereka akan melakukan aksi turun ke jalan. Parno yg kebagian tugas sebagai koordinator keamanan aksi sudah mulai membriefing dua puluh orang anggotanya.

Sambil menikmati pisang goreng dan kopi panas ia menjelaskan strategi pengamanan aksi kepada anggotanya. Lalu dibagikannya potongan pita merah putih yg harus dikenakan di bahu jaket almamater sebelah kiri oleh seluruh anggota tim keamanan sebagai tanda identifikasi khusus.

Di sudut ruangan Ray juga terlihat sedang memberi pengarahan akhir kepada beberapa orang anggota presidium keluarga mahasiswa yg akan menghadap Pembantu Rektor III serta mengajak para dosen untuk bergabung dengan aksi mereka.

Dara yg baru selesai mandi langsung bergabung disitu, bau wangi yg menyeruak dari tubuhnya, membuat Ray menatap Dara yg langsung menundukkan kepala sambil berpura-pura memperbaiki tali casio baby-G ditangannya.

Iwan datang menghampiri Ray dan menyerahkan setumpuk kertas yg baru diprint “Tolong dibaca ulang Ray, dan sekalian ditanda tangani kalau sudah oke, biar bisa difotocopy” Ray membaca dengan cermat baris demi baris pers release aksi itu lalu mengedarkannya ke seluruh anggota presidium yg duduk bersamanya.

“Kalau ada koreksi dan tambahan, silakan kawan-kawan” ujar Ray. Semua mengangguk setuju setelah membaca bergantian dan mengembalikan pers release itu pada Ray untuk di tanda tangani. Kemudian menyerahkannya kembali pada Iwan yg langsung menanda tangani juga dan meminta tolong kepada seorang kawan yg bertugas sebagai humas untuk memfoto copynya.