MONTANI PARA LIBERI

MONTANI PARA LIBERI

For the Mountaineers............!!!

"Mountain are cathedrals: grand and pure, the houses of my religion. I go to them as humans go to worship. From their lofty summits, I view my past, dream of the future, and with unusual acuity I am allowed to experience the present moment. My strength renewed, my vision cleared, in the mountains I celebrate creation. On each journey I am reborn." (ANATOLI BOUKREEV @ Above the Clouds)

Monday 6 June 2011

SIGERS ILLEPETOA,"Benteng Penjaga Taman Nasional Manusela"

Namanya Sigers Illepetoa, lebih sering disapa orang dengan nama Ige. Pak Ige, demikian aku menyapanya dari awal pertama kami bertemu dan berkenalan di kantor Balai Taman Nasional Manusela, Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Aslinya ia lahir dikaki Gunung Binaiya bagian selatan. Yaitu di Desa Piliana, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Kemudian Pak Ige ikut dengan kakaknya yang menjadi guru SMP di Desa Saunulu, desa tetangga yang terletak di tepi pantai. Lalu ia menikah dengan seorang perempuan asal Saunulu teman sekelasnya waktu SMP dan sampai sekarang menetap di Desa Saunulu, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram.

“Saya cuma bersekolah sampai kelas dua SMP saja Fahmi, tidak tamat karena kakak saya meninggal. Saya ikut kakak yang jadi guru di Saunulu. Suatu hari sedang mengikuti pelajaran bahasa Inggris, ada orang datang dan bilang kakak saya sudah meninggal tertimpa pohon kelapa.” Pria berusia empat puluh tiga tahun itu mengisahkan dengan sendu kepadaku soal tingkat pendidikannya. "Karena kakak sudah tidak ada, saya harus pulang ke kampung, berkebun untuk bantu Ibu" tambahnya kemudian.

Sudah tiga tahun ia menjadi tenaga pengaman swakarsa Taman Nasional Manusela, Pulau Seram. Selain menjaga wilayah Taman Nasional dari pembalakan liar, Pak Ige juga bertindak sebagai pemandu dan pengangkut barang bagi para pengunjung Taman Nasional Manusela, terutama yang hendak mendaki Gunung Binaiya dari sisi Selatan yaitu Desa Piliana sebagai titik awal pendakian. Pak Ige mengenal jalur-jalur menuju puncak Gunung Binaiya (±3027 Mdpl) dengan sangat jelas.

“Mulai kapan mendaki kemari Pak ?’ tanyaku kepada beliau ketika kami minum kopi bersama pada istirahat malam pertama pendakian menuju puncak Binaiya bulan Mei lalu. “Kelas enam SD saya sudah mendaki sampai ke puncak Gunung Binaiya ini Fahmi, tapi tidak melewati jalur yang kita lewati sekarang. Saya naik kemari ikut orang-orang tua di kampung untuk mencari Anggrek” Ujar Pak Ige sambil sesekali menyeruput kopi hitam dari gelas kaleng yang dipegangnya dengan kedua tangan. Malam itu setelah berjalan selama lebih kurang tujuh jam, kami mendirikan tenda di sebuah tempat bernama Aimoto Camp. "Aimoto artinya air sudah habis Fahmi" sambil diiringi tawa ia menjelaskan kepadaku arti Aimoto dalam bahasa Indonesia.

Taman Nasional Manusela merupakan perwakilan tipe ekosistem pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan di Maluku. Tipe vegetasi yang terdapat di taman nasional ini yaitu mangrove, pantai, hutan rawa, tebing sungai, hutan hujan tropika pamah, hutan pegunungan, dan hutan sub-alpin.
Beberapa jenis tumbuhan di taman nasional ini antara lain tancang (Bruguiera Sexangula), bakau (Rhizophora Acuminata), api-api (Avicennia sp.), kapur (Dryobalanops sp.), pulai (Alstonia Scholaris), ketapang (Terminalia Catappa), pandan (Pandanus sp.), meranti (Shorea Selanica), benuang (Octomeles Sumatrana), matoa/kasai (Pometia Pinnata), kayu putih (Melaleuca Leucadendron), berbagai jenis anggrek, dan pakis endemik (Chintea Binaya).

Sekitar 117 jenis burung terdapat di Taman Nasional Manusela, dimana 14 jenis diantaranya endemik seperti kesturi Ternate (Lorius Garrulus), nuri tengkuk ungu/nuri kepala hitam (L. Domicella), kakatua Seram (Cacatua Moluccensis), raja udang (Halcyon Lazuli dan H. Sancta), burung madu Seram besar (Philemon Subcorniculatus), dan nuri raja/nuri Ambon (Alisterus Amboinensis). Burung kakatua Seram merupakan salah satu satwa endemik Pulau Maluku, keberadaannya terancam punah di alam akibat perburuan liar, perusakan dan penyusutan habitatnya. Satwa lainnya di taman nasional ini adalah rusa (Cervus Timorensis Moluccensis), kuskus (Phalanger Orientalis Orientalis), soa-soa (Hydrosaurus Amboinensis), babi hutan (Sus Celebensis), luwak (Pardofelis Marmorata), kadal panama (Tiliqua Gigas Gigas), duyung (Dugong Dugon), penyu hijau (Chelonia Mydas), dan berbagai jenis kupu-kupu.

Terdapat sungai-sungai yang mengalir deras, dengan konfigurasi topografi terjal, enam buah gunung/bukit dengan Gunung Binaya sebagai puncak tertinggi (± 3.027 Mdpl).

Masyarakat desa Manusela, Ilena Maraina, Selumena, dan Kanikeh, merupakan enclave di dalam kawasan Taman Nasional Manusela. Masyarakat tersebut telah lama berada di desa-desa tersebut, dan percaya bahwa gunung-gunung yang berada di taman nasional dapat memberikan semangat dan perlindungan dalam kehidupan mereka. Kepercayaan mereka secara tidak langsung akan membantu menjaga dan melestarikan taman nasional.

Friday 28 January 2011

Kenapa kita mendaki gunung ???

Kenapa kita mendaki gunung ? dan untuk apa kita mendaki gunung ? Apa yang kita cari sesungguhnya? Pertanyaan ini mungkin sudah ratusan ribu kali atau jutaan kali ditanyakan orang di seluruh penjuru dunia. Dan sampai hari ini aku yakin tak ada satupun jawaban yang sama. Tak satupun kawan ! Semua yang pernah mendapatkan pertanyaan ini, mungkin akan berusaha memberi jawaban, baik itu dari isi kepalanya sendiri atau membawa-bawa ungkapan seorang tokoh pendaki gunung legendaris sebagai pemanis jawaban atas pertanyaan itu.

BECAUSE IT's THERE, kata George Leigh Mallory, seorang perintis pendakian puncak Everest berkebangsaan Inggris, ketika ia ditanya kenapa mendaki gunung. Jawaban yang singkat dan sederhana, serta kadang kala tak memberikan kepuasan pada publik yang mengajukan pertanyaan. Bermacam-macam pula alasan dan jawaban dikemukan oleh para pendaki gunung lainnya ketika mereka mendapatkan pertanyaan tersebut. Mulai dari jawaban yang terkesan arogan sampai jawaban berbau-bau patriotisme atau nasionalisme.

Tapi ketika kau tanyakan padaku pertanyaan ini kawan "Mengapa dan untuk apa aku mendaki gunung ? Apa yang sesungguhnya aku cari ?" Aku akan memberi jawaban yang mungkin tak akan kalian sukai kawan-kawanku. Tapi aku tak peduli. Aku mendaki gunung karena aku pendaki gunung ! Aku mendaki gunung untuk diriku sendiri, tidak untuk sebuah nama besar atau embel-embel patriotisme dan nasionalisme. Atau (MAAF) untuk kampanye menggalang pengumpulan dana bagi penderita suatu penyakit misalnya.

Aku benar-benar mendaki gunung karena itulah hobiku dan mungkin sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku tak mencari apa-apa selain gunung itu sendiri. Proses yang aku jalani ketika aku mempersiapkan sebuah pendakian dan jikalau kemudian aku berhasil berdiri di puncak gunung itu lalu kembali pulang dengan selamat kerumah, menimbulkan "SESUATU" yang mungkin tak akan cukup bila digambarkan dalam seribu kalimat.

Thursday 13 January 2011

MERAJUT IMPIAN YANG BERTEBARAN DALAM GUNDAH

Tahun sudah berganti, dua minggu sudah tahun baru. Mengakhiri tahun lalu dengan penuh kesenangan. Bermalam di pinggir sungai bersama kawan-kawan baik dan menikmati keramahan khas pedesaan yg jauh dari manipulasi serta hipokrisi ala orang kota. Yeah itulah yg aku nikmati awal tahun baru 2011 ini, pergi bermain-bermain dengan derasnya air sungai yg mengalir di antara batu-batu sungai Cikandang, Garut, Jawa Barat.