MONTANI PARA LIBERI

MONTANI PARA LIBERI

For the Mountaineers............!!!

"Mountain are cathedrals: grand and pure, the houses of my religion. I go to them as humans go to worship. From their lofty summits, I view my past, dream of the future, and with unusual acuity I am allowed to experience the present moment. My strength renewed, my vision cleared, in the mountains I celebrate creation. On each journey I am reborn." (ANATOLI BOUKREEV @ Above the Clouds)

Tuesday 5 October 2010

Latihan..................Latihan..........................!!!

Tak terasa dua minggu sudah aku berlatih kontinyu, menu latihan sudah mulai membuat rontok fisik yang tak berlatih sekian lama. Setahun lebih ini hidupku mulai manja, tidur di hotel-hotel berbintang lima atau empat, makan di kafe-kafe mahal dan lumayan mewah, bepergian ke seluruh penjuru Asia untuk urusan kerja.

Tapi bukan hanya menu latihan yang harus di hadapi, kemacetan ibu kota juga harus aku perangi saban hari. Berdesakan di kereta api dari stasiun Pondok Cina lalu turun di stasiun Manggarai, jalan kaki sedikit menuju halte busway, naik busway menuju Dukuh Atas, lalu menanti dengan sabar dalam antrian yang kadang terlalu panjang untuk tiba tepat waktu di Pasar Festival, Kuningan. Kemudian malamnya menumpang Kopaja yang juga selalu berdesakan, dari Kuningan menuju lampu merah lalu dilanjutkan naik Kopaja berbeda menuju Pasar Minggu. Dan perjuangan belum usai, aku harus mengantri mikrolet menuju Depok lalu berjalan kaki sedikit menuju kos dari jalan raya Margonda. Kadang tubuh sudah terlalu lelah setibanya di kamar kos. Tapi hebatnya beberapa hari di minggu kemarin aku masih sempat tidur menjelang subuh. Mengerjakan ini-itu yang tiba-tiba saja aku rasa perlu dikerjakan.


Lalu hari Sabtu malam Minggu kemarin, seusai latihan Tyrolean dan Jumaring seharian di Pusgiwa UI, aku collapse..........terkapar demam di kamarku yang berukuran empat kali empat meter tanpa mampu berbuat apa-apa. Sambil meringkuk lemas di balik selimut batikku, di atas spring bedku yang lumayan empuk, kupandangi khatta dan bendera doa pemberian temanku ketika aku berkunjung ke Kathmandu, Nepal enam bulan lalu. Khatta berbahan sutera dan bendera doa lima warna yang kugantung di dinding sedikit di bawah langit-langit kamar sebagai penyemangat dan penyambung mantera agar aku bisa sampai ke puncak-puncak dunia. "Wahai sedih nian nasibku" aku bergumam sendiri dalam hati, terkapar sendiri dalam sepi dan sunyi.

Tapi tidak !!! Aku tak perlu bersedih, ini adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah cita-cita dan impian. Semua impian-impian besar memang harus diperjuangkan, dan perjuangan baru punya makna ketika ada pengorbanan yang dilakukan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pilihan yang kita pilih sendiri.
Kalaupun hari ini aku terkapar sakit, itupun karena kesalahan sendiri, tidak disiplin menjaga istirahat dan makan yang teratur. Soal sepi dan sunyi, sudah tidak perlu dipikirkan lagi. Karena tokh ketika kita mati nanti, akhirnya kita akan sendiri saja tanpa siapa-siapa. Tapi itu masih lama, aku belum ingin mati sekarang, apalagi mati karena sakit. Aku masih punya mimpi yang belum selesai dan harus aku selesaikan, meskipun harga yang harus dibayar untuk itu amat sangat mahal !!!

No comments: