" Patria Es Humanidad " LIBERTE...............!!!
MONTANI PARA LIBERI
For the Mountaineers............!!!
"Mountain are cathedrals: grand and pure, the houses of my religion. I go to them as humans go to worship. From their lofty summits, I view my past, dream of the future, and with unusual acuity I am allowed to experience the present moment. My strength renewed, my vision cleared, in the mountains I celebrate creation. On each journey I am reborn." (ANATOLI BOUKREEV @ Above the Clouds)
Tuesday, 6 September 2016
BEIRUT, sebuah kota yang dibalut prahara
Aku sedang berjalan mengendap-endap, mengitari sebuah bukit kecil ketika kudapati seorang pria tergeletak berlumuran darah. Seragam loreng gurun yang membalut tubuhnya nyaris merah oleh darah yang hampir mengering. Pria itu kutaksir berusia antara 40-45 tahun. Posisinya terbaring telentang di antara bebatuan, tangannya terpuntir, kuperhatikan sepintas, kuduga ia mengalami patah tangan, entah karena apa.
Kuamati sekeliling dari posisiku yang terlindung di balik beberapa batang pohon. Setelah kupastikan aman, dengan cepat aku menghampiri pria yang tergeletak itu. Kulepaskan ransel tempur taktikal yang melekat dipunggungku, agar lebih mudah melakukan pemeriksaan. Senapan serbu AK-47 buatan Rusia kuselempangkan kedepan dada dengan laras menghadap kebawah searah pinggang kiriku. Jadi jika ada ancaman tak terduga, aku bisa seketika menggunakannya dalam hitungan detik.
Pria itu hampir seperti orang mati, kubisikkan kata-kata ditelinganya "Halo, i want to help you!" tak ada reaksi sama sekali, lalu kuraba pembuluh nadi karotisnya, sembari menghitung dalam hati, terasa nadinya sangat lemah. Kuraba nafasnya dengan meletakkan jari dibawah hidungnya. Negative, lalu aku memperhatikan dada pria itu, kubuka kancing bajunya dengan hati-hati. Terlihat memar-memar di dada sebelah kirinya, mungkin pria ini baru terhempas.
Thursday, 16 August 2012
Monday, 6 June 2011
SIGERS ILLEPETOA,"Benteng Penjaga Taman Nasional Manusela"
Namanya Sigers Illepetoa, lebih sering disapa orang dengan nama Ige. Pak Ige, demikian aku menyapanya dari awal pertama kami bertemu dan berkenalan di kantor Balai Taman Nasional Manusela, Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Aslinya ia lahir dikaki Gunung Binaiya bagian selatan. Yaitu di Desa Piliana, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Kemudian Pak Ige ikut dengan kakaknya yang menjadi guru SMP di Desa Saunulu, desa tetangga yang terletak di tepi pantai. Lalu ia menikah dengan seorang perempuan asal Saunulu teman sekelasnya waktu SMP dan sampai sekarang menetap di Desa Saunulu, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram.
“Saya cuma bersekolah sampai kelas dua SMP saja Fahmi, tidak tamat karena kakak saya meninggal. Saya ikut kakak yang jadi guru di Saunulu. Suatu hari sedang mengikuti pelajaran bahasa Inggris, ada orang datang dan bilang kakak saya sudah meninggal tertimpa pohon kelapa.” Pria berusia empat puluh tiga tahun itu mengisahkan dengan sendu kepadaku soal tingkat pendidikannya. "Karena kakak sudah tidak ada, saya harus pulang ke kampung, berkebun untuk bantu Ibu" tambahnya kemudian.
Sudah tiga tahun ia menjadi tenaga pengaman swakarsa Taman Nasional Manusela, Pulau Seram. Selain menjaga wilayah Taman Nasional dari pembalakan liar, Pak Ige juga bertindak sebagai pemandu dan pengangkut barang bagi para pengunjung Taman Nasional Manusela, terutama yang hendak mendaki Gunung Binaiya dari sisi Selatan yaitu Desa Piliana sebagai titik awal pendakian. Pak Ige mengenal jalur-jalur menuju puncak Gunung Binaiya (±3027 Mdpl) dengan sangat jelas.
“Mulai kapan mendaki kemari Pak ?’ tanyaku kepada beliau ketika kami minum kopi bersama pada istirahat malam pertama pendakian menuju puncak Binaiya bulan Mei lalu. “Kelas enam SD saya sudah mendaki sampai ke puncak Gunung Binaiya ini Fahmi, tapi tidak melewati jalur yang kita lewati sekarang. Saya naik kemari ikut orang-orang tua di kampung untuk mencari Anggrek” Ujar Pak Ige sambil sesekali menyeruput kopi hitam dari gelas kaleng yang dipegangnya dengan kedua tangan. Malam itu setelah berjalan selama lebih kurang tujuh jam, kami mendirikan tenda di sebuah tempat bernama Aimoto Camp. "Aimoto artinya air sudah habis Fahmi" sambil diiringi tawa ia menjelaskan kepadaku arti Aimoto dalam bahasa Indonesia.
Taman Nasional Manusela merupakan perwakilan tipe ekosistem pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan di Maluku. Tipe vegetasi yang terdapat di taman nasional ini yaitu mangrove, pantai, hutan rawa, tebing sungai, hutan hujan tropika pamah, hutan pegunungan, dan hutan sub-alpin.
Beberapa jenis tumbuhan di taman nasional ini antara lain tancang (Bruguiera Sexangula), bakau (Rhizophora Acuminata), api-api (Avicennia sp.), kapur (Dryobalanops sp.), pulai (Alstonia Scholaris), ketapang (Terminalia Catappa), pandan (Pandanus sp.), meranti (Shorea Selanica), benuang (Octomeles Sumatrana), matoa/kasai (Pometia Pinnata), kayu putih (Melaleuca Leucadendron), berbagai jenis anggrek, dan pakis endemik (Chintea Binaya).
Sekitar 117 jenis burung terdapat di Taman Nasional Manusela, dimana 14 jenis diantaranya endemik seperti kesturi Ternate (Lorius Garrulus), nuri tengkuk ungu/nuri kepala hitam (L. Domicella), kakatua Seram (Cacatua Moluccensis), raja udang (Halcyon Lazuli dan H. Sancta), burung madu Seram besar (Philemon Subcorniculatus), dan nuri raja/nuri Ambon (Alisterus Amboinensis). Burung kakatua Seram merupakan salah satu satwa endemik Pulau Maluku, keberadaannya terancam punah di alam akibat perburuan liar, perusakan dan penyusutan habitatnya. Satwa lainnya di taman nasional ini adalah rusa (Cervus Timorensis Moluccensis), kuskus (Phalanger Orientalis Orientalis), soa-soa (Hydrosaurus Amboinensis), babi hutan (Sus Celebensis), luwak (Pardofelis Marmorata), kadal panama (Tiliqua Gigas Gigas), duyung (Dugong Dugon), penyu hijau (Chelonia Mydas), dan berbagai jenis kupu-kupu.
Terdapat sungai-sungai yang mengalir deras, dengan konfigurasi topografi terjal, enam buah gunung/bukit dengan Gunung Binaya sebagai puncak tertinggi (± 3.027 Mdpl).
Masyarakat desa Manusela, Ilena Maraina, Selumena, dan Kanikeh, merupakan enclave di dalam kawasan Taman Nasional Manusela. Masyarakat tersebut telah lama berada di desa-desa tersebut, dan percaya bahwa gunung-gunung yang berada di taman nasional dapat memberikan semangat dan perlindungan dalam kehidupan mereka. Kepercayaan mereka secara tidak langsung akan membantu menjaga dan melestarikan taman nasional.
“Saya cuma bersekolah sampai kelas dua SMP saja Fahmi, tidak tamat karena kakak saya meninggal. Saya ikut kakak yang jadi guru di Saunulu. Suatu hari sedang mengikuti pelajaran bahasa Inggris, ada orang datang dan bilang kakak saya sudah meninggal tertimpa pohon kelapa.” Pria berusia empat puluh tiga tahun itu mengisahkan dengan sendu kepadaku soal tingkat pendidikannya. "Karena kakak sudah tidak ada, saya harus pulang ke kampung, berkebun untuk bantu Ibu" tambahnya kemudian.
Sudah tiga tahun ia menjadi tenaga pengaman swakarsa Taman Nasional Manusela, Pulau Seram. Selain menjaga wilayah Taman Nasional dari pembalakan liar, Pak Ige juga bertindak sebagai pemandu dan pengangkut barang bagi para pengunjung Taman Nasional Manusela, terutama yang hendak mendaki Gunung Binaiya dari sisi Selatan yaitu Desa Piliana sebagai titik awal pendakian. Pak Ige mengenal jalur-jalur menuju puncak Gunung Binaiya (±3027 Mdpl) dengan sangat jelas.
“Mulai kapan mendaki kemari Pak ?’ tanyaku kepada beliau ketika kami minum kopi bersama pada istirahat malam pertama pendakian menuju puncak Binaiya bulan Mei lalu. “Kelas enam SD saya sudah mendaki sampai ke puncak Gunung Binaiya ini Fahmi, tapi tidak melewati jalur yang kita lewati sekarang. Saya naik kemari ikut orang-orang tua di kampung untuk mencari Anggrek” Ujar Pak Ige sambil sesekali menyeruput kopi hitam dari gelas kaleng yang dipegangnya dengan kedua tangan. Malam itu setelah berjalan selama lebih kurang tujuh jam, kami mendirikan tenda di sebuah tempat bernama Aimoto Camp. "Aimoto artinya air sudah habis Fahmi" sambil diiringi tawa ia menjelaskan kepadaku arti Aimoto dalam bahasa Indonesia.
Taman Nasional Manusela merupakan perwakilan tipe ekosistem pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan di Maluku. Tipe vegetasi yang terdapat di taman nasional ini yaitu mangrove, pantai, hutan rawa, tebing sungai, hutan hujan tropika pamah, hutan pegunungan, dan hutan sub-alpin.
Beberapa jenis tumbuhan di taman nasional ini antara lain tancang (Bruguiera Sexangula), bakau (Rhizophora Acuminata), api-api (Avicennia sp.), kapur (Dryobalanops sp.), pulai (Alstonia Scholaris), ketapang (Terminalia Catappa), pandan (Pandanus sp.), meranti (Shorea Selanica), benuang (Octomeles Sumatrana), matoa/kasai (Pometia Pinnata), kayu putih (Melaleuca Leucadendron), berbagai jenis anggrek, dan pakis endemik (Chintea Binaya).
Sekitar 117 jenis burung terdapat di Taman Nasional Manusela, dimana 14 jenis diantaranya endemik seperti kesturi Ternate (Lorius Garrulus), nuri tengkuk ungu/nuri kepala hitam (L. Domicella), kakatua Seram (Cacatua Moluccensis), raja udang (Halcyon Lazuli dan H. Sancta), burung madu Seram besar (Philemon Subcorniculatus), dan nuri raja/nuri Ambon (Alisterus Amboinensis). Burung kakatua Seram merupakan salah satu satwa endemik Pulau Maluku, keberadaannya terancam punah di alam akibat perburuan liar, perusakan dan penyusutan habitatnya. Satwa lainnya di taman nasional ini adalah rusa (Cervus Timorensis Moluccensis), kuskus (Phalanger Orientalis Orientalis), soa-soa (Hydrosaurus Amboinensis), babi hutan (Sus Celebensis), luwak (Pardofelis Marmorata), kadal panama (Tiliqua Gigas Gigas), duyung (Dugong Dugon), penyu hijau (Chelonia Mydas), dan berbagai jenis kupu-kupu.
Terdapat sungai-sungai yang mengalir deras, dengan konfigurasi topografi terjal, enam buah gunung/bukit dengan Gunung Binaya sebagai puncak tertinggi (± 3.027 Mdpl).
Masyarakat desa Manusela, Ilena Maraina, Selumena, dan Kanikeh, merupakan enclave di dalam kawasan Taman Nasional Manusela. Masyarakat tersebut telah lama berada di desa-desa tersebut, dan percaya bahwa gunung-gunung yang berada di taman nasional dapat memberikan semangat dan perlindungan dalam kehidupan mereka. Kepercayaan mereka secara tidak langsung akan membantu menjaga dan melestarikan taman nasional.
Friday, 28 January 2011
Kenapa kita mendaki gunung ???
Kenapa kita mendaki gunung ? dan untuk apa kita mendaki gunung ? Apa yang kita cari sesungguhnya? Pertanyaan ini mungkin sudah ratusan ribu kali atau jutaan kali ditanyakan orang di seluruh penjuru dunia. Dan sampai hari ini aku yakin tak ada satupun jawaban yang sama. Tak satupun kawan ! Semua yang pernah mendapatkan pertanyaan ini, mungkin akan berusaha memberi jawaban, baik itu dari isi kepalanya sendiri atau membawa-bawa ungkapan seorang tokoh pendaki gunung legendaris sebagai pemanis jawaban atas pertanyaan itu.
BECAUSE IT's THERE, kata George Leigh Mallory, seorang perintis pendakian puncak Everest berkebangsaan Inggris, ketika ia ditanya kenapa mendaki gunung. Jawaban yang singkat dan sederhana, serta kadang kala tak memberikan kepuasan pada publik yang mengajukan pertanyaan. Bermacam-macam pula alasan dan jawaban dikemukan oleh para pendaki gunung lainnya ketika mereka mendapatkan pertanyaan tersebut. Mulai dari jawaban yang terkesan arogan sampai jawaban berbau-bau patriotisme atau nasionalisme.
Tapi ketika kau tanyakan padaku pertanyaan ini kawan "Mengapa dan untuk apa aku mendaki gunung ? Apa yang sesungguhnya aku cari ?" Aku akan memberi jawaban yang mungkin tak akan kalian sukai kawan-kawanku. Tapi aku tak peduli. Aku mendaki gunung karena aku pendaki gunung ! Aku mendaki gunung untuk diriku sendiri, tidak untuk sebuah nama besar atau embel-embel patriotisme dan nasionalisme. Atau (MAAF) untuk kampanye menggalang pengumpulan dana bagi penderita suatu penyakit misalnya.
Aku benar-benar mendaki gunung karena itulah hobiku dan mungkin sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku tak mencari apa-apa selain gunung itu sendiri. Proses yang aku jalani ketika aku mempersiapkan sebuah pendakian dan jikalau kemudian aku berhasil berdiri di puncak gunung itu lalu kembali pulang dengan selamat kerumah, menimbulkan "SESUATU" yang mungkin tak akan cukup bila digambarkan dalam seribu kalimat.
BECAUSE IT's THERE, kata George Leigh Mallory, seorang perintis pendakian puncak Everest berkebangsaan Inggris, ketika ia ditanya kenapa mendaki gunung. Jawaban yang singkat dan sederhana, serta kadang kala tak memberikan kepuasan pada publik yang mengajukan pertanyaan. Bermacam-macam pula alasan dan jawaban dikemukan oleh para pendaki gunung lainnya ketika mereka mendapatkan pertanyaan tersebut. Mulai dari jawaban yang terkesan arogan sampai jawaban berbau-bau patriotisme atau nasionalisme.
Tapi ketika kau tanyakan padaku pertanyaan ini kawan "Mengapa dan untuk apa aku mendaki gunung ? Apa yang sesungguhnya aku cari ?" Aku akan memberi jawaban yang mungkin tak akan kalian sukai kawan-kawanku. Tapi aku tak peduli. Aku mendaki gunung karena aku pendaki gunung ! Aku mendaki gunung untuk diriku sendiri, tidak untuk sebuah nama besar atau embel-embel patriotisme dan nasionalisme. Atau (MAAF) untuk kampanye menggalang pengumpulan dana bagi penderita suatu penyakit misalnya.
Aku benar-benar mendaki gunung karena itulah hobiku dan mungkin sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku tak mencari apa-apa selain gunung itu sendiri. Proses yang aku jalani ketika aku mempersiapkan sebuah pendakian dan jikalau kemudian aku berhasil berdiri di puncak gunung itu lalu kembali pulang dengan selamat kerumah, menimbulkan "SESUATU" yang mungkin tak akan cukup bila digambarkan dalam seribu kalimat.
Thursday, 13 January 2011
MERAJUT IMPIAN YANG BERTEBARAN DALAM GUNDAH
Tahun sudah berganti, dua minggu sudah tahun baru. Mengakhiri tahun lalu dengan penuh kesenangan. Bermalam di pinggir sungai bersama kawan-kawan baik dan menikmati keramahan khas pedesaan yg jauh dari manipulasi serta hipokrisi ala orang kota. Yeah itulah yg aku nikmati awal tahun baru 2011 ini, pergi bermain-bermain dengan derasnya air sungai yg mengalir di antara batu-batu sungai Cikandang, Garut, Jawa Barat.
Wednesday, 8 December 2010
Dari Catatan Harian
ROOM 1604, Bangkok Intl Hospital
16th NOV 2010-06.31 AM
Sekarang Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah. Dan aku melewatinya di rumah sakit karena infeksi saluran urine. Sendiri, benar-benar sendiri sekarang, disini......................ribuan kilometer dari rumah, terkapar sakit !!!
17th NOV 2010-11.43 AM
Barusan dokter spesialis urologinya datang, dan kasi tau bahwa ditemukan batu di saluran antara ginjal kiri dan kantung kemihku. Batu ini yang menyebabkan infeksi dan membuat urineku penuh darah kemarin malam. Yang menyebabkan aku tak mampu berdiri dan berakhir di ICCU rumah sakit ini. Aku harus dioperasi segera !!! Sebelum bertambah parah dan bisa mengakibatkan ginjalku rusak total. Which is mean..................I am one step ahead to the grave yard.....................!!!
16th NOV 2010-06.31 AM
Sekarang Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah. Dan aku melewatinya di rumah sakit karena infeksi saluran urine. Sendiri, benar-benar sendiri sekarang, disini......................ribuan kilometer dari rumah, terkapar sakit !!!
17th NOV 2010-11.43 AM
Barusan dokter spesialis urologinya datang, dan kasi tau bahwa ditemukan batu di saluran antara ginjal kiri dan kantung kemihku. Batu ini yang menyebabkan infeksi dan membuat urineku penuh darah kemarin malam. Yang menyebabkan aku tak mampu berdiri dan berakhir di ICCU rumah sakit ini. Aku harus dioperasi segera !!! Sebelum bertambah parah dan bisa mengakibatkan ginjalku rusak total. Which is mean..................I am one step ahead to the grave yard.....................!!!
Monday, 6 December 2010
PERJALANAN MASIH JAUH
Sudah kembali aku, si Elang yang selalu terbang sendiri dalam sunyi. Ke sarang sementaraku yang bernama Jakarta. Sarang yang sudah tak begitu nyaman lagi belakangan ini, karena polusi udara, macet, dan tata kota yang semrawut. Belum lagi perasaan kehilangan belakangan ini, akan sebuah benda bernama "CINTA".
Yaaah................entah kenapa, belakangan ini aku mulai tak mencintai lagi kota ini. Walaupun kota ini terkadang aku rindukan ketika aku berkelana di pelosok-pelosok dunia yang jauh. Walau secara hakiki kota ini tak akan pernah bisa hilang dari sudut hatiku. Karena kota ini adalah ibukota Negaraku yang bernama Indonesia dan amat sangat aku cintai sepenuh-penuh hati. Negara yang aku rela menyabung nyawa untuk kedaulatan dan kewibawaannya. Walau untuk itu aku harus hilang tak berbekas bagai debu tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama.
Mungkin hal ini adalah sebagai akibat terlalu banyak sudah negeri-negeri yang aku singgahi. Dan aku mulai menyatu secara perlahan-lahan dengan negeri-negeri tersebut. Mulai terpaut jiwaku pada negeri-negeri itu dan para penghuninya. Lalu ketika aku kembali lagi kemari, ke kampung besar bernama Jakarta ini, hati dan jiwaku sudah berceceran disepanjang jalan negeri-negeri yang aku sempat singgahi dalam pengembaraanku. Atau mungkin lebih karena keinginan-keinginan jiwaku untuk selalu mengembara ke dunia-dunia jauh ? Sehingga aku merasa tak lagi hanya menjadi bagian dari kampung besar ini, tapi sudah merasa jadi bagian sebuah dunia yang terbentang maha luas. Sebuah dunia yang ternyata masih terlalu luas untuk dijelajahi seketika sekejap mata. Dan ternyata perjalananku masih jauh...................Yaa masih jauh............................................!!!!
Mungkin hari ini aku harus berhenti sementara disini untuk beberapa saat, walaupun sebenarnya aku masih ingin terus berjalan-jalan memuaskan dahaga jiwaku sebagai pengelana dunia. Tapi sepertinya aku memang butuh istirahat sekarang. Awal tahun baru Hijriah ini, menjelang akhir tahun Masehi. Aku harus mendapatkan kembali "CINTA" yang hilang di kota ini. Yang telah membawa separuh atau mungkin seluruh semangat hidupku. Yang telah memberiku energi baru untuk kemudian mengepak sisa-sisa jiwaku buat diajak berkelana kemana saja. Kelana yang penuh makna, demi sebuah "CINTA" pada tanah air bernama INDONESIA RAYA...................dan perjalanan itu masih jauh.......................teramat jauh..........................................!!!
Dan aku akan terus berjalan, berkelana dalam sunyi demi "CINTA" itu. Hingga akhirnya aku mungkin hilang tak berbekas bagai debu yang tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama. Tapi aku akan bahagia karena aku kerjakan semua itu dengan sepenuh-penuh "CINTA"
Yaaah................entah kenapa, belakangan ini aku mulai tak mencintai lagi kota ini. Walaupun kota ini terkadang aku rindukan ketika aku berkelana di pelosok-pelosok dunia yang jauh. Walau secara hakiki kota ini tak akan pernah bisa hilang dari sudut hatiku. Karena kota ini adalah ibukota Negaraku yang bernama Indonesia dan amat sangat aku cintai sepenuh-penuh hati. Negara yang aku rela menyabung nyawa untuk kedaulatan dan kewibawaannya. Walau untuk itu aku harus hilang tak berbekas bagai debu tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama.
Mungkin hal ini adalah sebagai akibat terlalu banyak sudah negeri-negeri yang aku singgahi. Dan aku mulai menyatu secara perlahan-lahan dengan negeri-negeri tersebut. Mulai terpaut jiwaku pada negeri-negeri itu dan para penghuninya. Lalu ketika aku kembali lagi kemari, ke kampung besar bernama Jakarta ini, hati dan jiwaku sudah berceceran disepanjang jalan negeri-negeri yang aku sempat singgahi dalam pengembaraanku. Atau mungkin lebih karena keinginan-keinginan jiwaku untuk selalu mengembara ke dunia-dunia jauh ? Sehingga aku merasa tak lagi hanya menjadi bagian dari kampung besar ini, tapi sudah merasa jadi bagian sebuah dunia yang terbentang maha luas. Sebuah dunia yang ternyata masih terlalu luas untuk dijelajahi seketika sekejap mata. Dan ternyata perjalananku masih jauh...................Yaa masih jauh............................................!!!!
Mungkin hari ini aku harus berhenti sementara disini untuk beberapa saat, walaupun sebenarnya aku masih ingin terus berjalan-jalan memuaskan dahaga jiwaku sebagai pengelana dunia. Tapi sepertinya aku memang butuh istirahat sekarang. Awal tahun baru Hijriah ini, menjelang akhir tahun Masehi. Aku harus mendapatkan kembali "CINTA" yang hilang di kota ini. Yang telah membawa separuh atau mungkin seluruh semangat hidupku. Yang telah memberiku energi baru untuk kemudian mengepak sisa-sisa jiwaku buat diajak berkelana kemana saja. Kelana yang penuh makna, demi sebuah "CINTA" pada tanah air bernama INDONESIA RAYA...................dan perjalanan itu masih jauh.......................teramat jauh..........................................!!!
Dan aku akan terus berjalan, berkelana dalam sunyi demi "CINTA" itu. Hingga akhirnya aku mungkin hilang tak berbekas bagai debu yang tertiup angin, mati dalam sunyi tanpa nisan di negeri tak bernama. Tapi aku akan bahagia karena aku kerjakan semua itu dengan sepenuh-penuh "CINTA"
Subscribe to:
Posts (Atom)